Selasa 10 Dec 2024 19:38 WIB

Imparsial Desak Kapolri Realisasikan Body Cam Dilekatkan pada Anggota Polisi Bertugas

Tujuannya untuk mencegah pelanggaran atau penggunaan kekuatan berlebihan oleh polisi.

Petugas melakukan uji emisi kendaraan bermotor secara gratis di Jalan Perintis Kemerdekaan, Pulogadung, Jakarta, Selasa (3/12/2024). Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta bekerja sama dengan Dinas Perhubungan dan Kepolisian menyelenggarakan kegiatan Pemantauan Kepatuhan Kewajiban Uji Emisi bagi pengendara untuk mensosialisasikaan tentang pentingnya menjaga kualitas udara dengan menggunakan kendaraan sesuai standar baku mutu emisi. Bagi pengendara yang tidak lolos uji emisi akan dikenai denda tilang berbasis ETLE, denda pajak tahunan serta tarif parkir tertinggi di beberapa lokasi tertentu.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Petugas melakukan uji emisi kendaraan bermotor secara gratis di Jalan Perintis Kemerdekaan, Pulogadung, Jakarta, Selasa (3/12/2024). Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta bekerja sama dengan Dinas Perhubungan dan Kepolisian menyelenggarakan kegiatan Pemantauan Kepatuhan Kewajiban Uji Emisi bagi pengendara untuk mensosialisasikaan tentang pentingnya menjaga kualitas udara dengan menggunakan kendaraan sesuai standar baku mutu emisi. Bagi pengendara yang tidak lolos uji emisi akan dikenai denda tilang berbasis ETLE, denda pajak tahunan serta tarif parkir tertinggi di beberapa lokasi tertentu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Imparsial Ardi Manto Adiputra mengatakan Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo perlu merealisasikan ide penggunaan body cam atau kamera badan yang dilekatkan pada anggota Polri ketika bertugas untuk memastikan akuntabilitas pelaksanaan tugas. Tujuannya untuk mencegah pelanggaran atau penggunaan kekuatan berlebih oleh polisi yang bertugas.

"Kamera badan (body cam) diperlukan sebagai deterrence guna mencegah pelanggaran, termasuk penggunaan kekuatan berlebihan," ucap Ardi di Jakarta, Selasa (10/12/2024).

Baca Juga

Kendati reformasi polisi pasca-1998 telah menghasilkan sejumlah capaian positif, seperti pemisahan TNI/Polri dan pembentukan lembaga pengawas, yakni Kompolnas RI, sejumlah agenda reformasi yang tersisa belum terlaksana. Salah satu agenda tersebut, lanjut dia, adalah mengentaskan kultur kekerasan di tubuh kepolisian.

Belum lama ini, masyarakat dikejutkan dengan berbagai kekerasan yang melibatkan anggota kepolisian, mulai dari kasus polisi menembak polisi, hingga polisi menembak warga sipil.

"Menjelang hari HAM saja, Imparsial mencatat ada dua peristiwa excessive use of force (penggunaan kekuatan yang berlebihan) yang menjadi perhatian publik, yaitu kasus penembakan di Semarang dan di Lampung Timur," ucap Ardi.

Kedua peristiwa tersebut menimbulkan tewasnya dua warga sipil. Oleh karena itu, menurut Ardi, pimpinan Polri harus mengubah kultur kekerasan di tubuh kepolisian.

"Pada titik ini, dalam jangka pendek, Kapolri harus menindak tegas dan mengusut pidana para pelaku secara transparan dan akuntabel," ucap dia.

Selain itu, Ardi juga menyampaikan bahwa Kapolri harus melakukan evaluasi terhadap seluruh izin penggunaan senjata api oleh anggota Polri. Evaluasi tersebut dapat berupa tes mental dan psikologi ulang yang dilakukan secara berkala kepada seluruh anggota kepolisian tanpa terkecuali.

"Hasil tes mental dan psikologi yang dilakukan tersebut harus dijadikan dasar apakah anggota kepolisian tersebut diperkenankan menggunakan senjata api atau tidak," ujar Ardi.

Kemudian, dalam jangka panjang, untuk mencegah terulangnya fatalitas akibat penggunaan senjata api, Ardi menilai Polri perlu memikirkan pengurangan penggunaan senjata api dan menggantikannya dengan senjata kejut listrik (taser) yang lebih tidak memastikan.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement