Rabu 11 Dec 2024 08:24 WIB

Mengapa Iran dan Rusia Tinggalkan Assad?

Proses kejatuhan Assad begitu cepat sampai musuh-musuhnya terkejut.

Spanduk raksasa Presiden Suriah Bashar Assad tergantung di fasad sebuah bangunan, saat pejalan kaki melewati jalan-jalan kosong di Damaskus, Suriah, Sabtu, 7 Desember 2024.
Foto: AP Photo/Omar Sanadiki
Spanduk raksasa Presiden Suriah Bashar Assad tergantung di fasad sebuah bangunan, saat pejalan kaki melewati jalan-jalan kosong di Damaskus, Suriah, Sabtu, 7 Desember 2024.

REPUBLIKA.CO.ID,  DINASTI Al-Assad yang telah memerintah Suriah selama lebih dari setengah abad akhirnya runtuh, saat pasukan koalisi oposisi berhasil memasuki ibu kota Damaskus. Presiden Bashar al Assad menyatakan mundur dan terbang bersama keluarga, menerima tawaran suaka dari Moskow.

Dinasi Assad mulai berkuasa pada 1971 ketika ayah Bashar, Hafez al Assad, menjadi presiden lewat kudeta, yang sudah biasa terjadi di Suriah sejak merdeka dari Prancis.

Baca Juga

Proses kejatuhan Bashar al Assad berlangsung demikian cepat sampai musuh-musuhnya pun terkejut.

Tapi yang menarik adalah sikap Rusia dan Iran, yang membiarkan sekutunya tumbang. Padahal merekalah yang menghindarkan Assad tidak tanggal dari kekuasaan pada periode awal perang saudara Suriah yang pecah sejak 2011.

Rusia yang teralihkan perhatiannya ke Ukraina, ekspedisi Iran di negara asing yang menurun, disorientasi Hizbullah akibat perang melawan Israel dan tewasnya pemimpin mereka, Hassan Nasrullah, membuat tiang kekuasaan Assad roboh.

Pasukan Assad mengalami demoralisasi. Bukan saja akibat perang di segala front, tapi juga oleh korupsi yang membuat alat-alat perang tak berfungsi optimal kala menghadapi musuh.

Rusia dan Iran yang menggelarkan kontingen militernya secara terbatas di Suriah, memutuskan tak membantu pasukan Assad yang sudah kehilangan semangat bertempur.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement