REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS -- Orang-orang yang selamat dari pembantaian Baniyas tahun 2013 di Suriah telah memecah kebungkaman mereka selama ini. Saksi berbagi kisah mengerikan tentang kekejaman yang dilakukan oleh rezim Bashar al-Assad.
Saat mengunjungi desa Beyda di distrik Baniyas di Tartus, Anadolu menangkap bekas luka mendalam yang terjadi dari pembantaian tersebut 11 tahun lalu.
Pembantaian tersebut terjadi selama perang saudara di Suriah, yang dimulai pada tahun 2011 usai rezim Assad dengan keras menekan protes yang menuntut kebebasan.
Pada 2 Mei 2013, pasukan rezim, termasuk milisi Shabiha, unit intelijen, polisi militer, dan Kantor Keamanan Politik, mengepung Desa Beyda dan melancarkan salah satu pembantaian paling keji dalam perang tersebut.
Warga sipil digiring ke alun-alun desa. Para laki-laki ditahan di sebuah toko telepon kecil, sementara perempuan dan anak-anak dikurung di rumah-rumah terdekat yang menghadap ke alun-alun.
Pasukan rezim mengeksekusi mereka secara massal, membakar tubuh para korban di dalam gedung.
Pembunuhan berlanjut keesokan harinya pada 3 Mei, ketika tentara menggerebek rumah-rumah, membunuh siapa pun yang mereka temukan. Mereka yang berhasil melarikan diri lebih awal adalah satu-satunya yang selamat.
Metode eksekusi yang mengerikan digunakan, termasuk menyeret penduduk desa yang diikat ke kendaraan.
Rezim juga berusaha menyalahkan kekuatan oposisi, sehingga memaksa Sheikh Omar, seorang pemimpin lokal yang dihormati, untuk memberikan pengakuan palsu di depan kamera. Ketika dia menolak, maka mereka membunuhnya dan keluarganya.
Kesaksian orang yang selamat
Untuk pertama kalinya sejak jatuhnya rezim tersebut, para penyintas pembantaian tersebut berbagi cerita mereka. Anadolu Agency seperti dilansir dari Middle East Monitor, mendokumentasikan rumah-rumah yang terbakar tempat warga sipil dieksekusi.