REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penjajahan Israel atas Palestina tak hanya menghancurkan infrastruktur fisik, tetapi juga berusaha menghapus jati diri bangsa Palestina secara sistematis. Dalam rangka mengantisipasi hal tersebut, Muhammadiyah bekerja sama dengan Witness Syahid Palestine dan Organisasi Kerjasama Islam (OKI) meluncurkan program "Peace Building and Multiculture Dialogue."
Ketua Badan Pengurus LazisMu PP Muhammadiyah Ahmad Imam Mujadid Rais mengatakan, isu Palestina tidak hanya soal bantuan pangan, sandang dan obat-obatan. Sebab, agresi yang dilakukan Israel berdampak jauh lebih luas, termasuk dengan penghancuran sekolah-sekolah, universitas-universitas, serta pemblokiran akses komunikasi antarwarga Palestina.
"Jika ada permukiman yang dihancurkan Israel, itu bukan hanya soal rumah yang hilang. Sistem sosialnya rusak, ekosistemnya juga hancur, sehingga warga Palestina terpecah-belah," ujarnya kepada Republika di sela-sela acara Forum Strategis Muhammadiyah dan Palestina di Gedung Dakwah Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Jakarta, Senin (16/12/2024).
Mujadid Rais menjelaskan, program Peace Building and Multiculture Dialogue bertujuan membangun komunikasi antarwarga Palestina, terutama untuk memperkuat solidaritas dan kepemimpinan. Menurutnya, perdamaian yang dimaksud bukanlah antara Palestina dan Israel, tetapi di dalam komunitas Palestina sendiri.
"Di Yerusalem, misalnya, ada warga Muslim, Yahudi, dan Kristiani. Komunikasi di antara mereka perlu dibangun agar tercipta kepercayaan dan solidaritas," kata dia.
Dalam kesempatan ini, pihaknya juga berterima kasih kepada para donatur yang telah mempercayakan donasinya melalui LazisMu. Bantuan yang diberikan tidak hanya berupa logistik seperti makanan, obat-obatan, dan pakaian musim dingin, tetapi juga pemberdayaan ekonomi.
"Kami melengkapi bantuan tersebut dengan program dialog dan pelatihan untuk membangun perdamaian di dalam komunitas Palestina," ujarnya.
View this post on Instagram