Selasa 17 Dec 2024 14:09 WIB

Melatih Diri untuk Ikhlas, Pasrah dan Sabar

Pada hakikatnya, ikhlas, pasrah, dan sabar sangat berkaitan erat.

ILUSTRASI Melatih diri untuk ikhlas, pasrah dan sabar
Foto: dok wallpaperfree
ILUSTRASI Melatih diri untuk ikhlas, pasrah dan sabar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kata ikhlas dan pasrah sering disalahpahami banyak orang. Tidak banyak orang yang mampu menguasai kedua sikap ini.

Jika dicermati lebih dalam lagi, ikhlas berarti merelakan apa yang sudah bukan milik kita. Sedangkan pasrah adalah sesuatu yang mesti kita serahkan semuanya kepada Yang Maha Kuasa, Allah.

Baca Juga

Sayangnya, masih banyak orang yang salah kaprah dalam memaknainya. Sehingga, bukanlah sikap ikhlas, melainkan keluhan dan rasa sombong.

Ketika seseorang sudah merelakan, berarti ia harus bisa tidak mengungkit-ungkitnya lagi. Jika diungkit atau dibicarakan, tidak ikhlas namanya.

Memang, sangat sulit merelakan sesuatu yang pernah kita miliki. Padahal, apa yang sedang kita miliki saat ini, hakikat nya bukanlah milik kita. Itu semua hanyalah titipan yang harus kita jaga sebaik mungkin.

Ketika Allah mengambilnya kembali, kita harus rela. Karena pada dasarnya itu semua dulunya bukan milik kita. Lalu, ketika Allah pun mencabut titipan yang kita miliki. Maka sudah sewajarnya karena itu semua adalah milik-Nya, bukan kepunyaan kita.

Mindset inilah yang perlu direnungkan dan dipahami bersama oleh kita. Jika ketidak-ikhlasan masih melekat dalam diri kita, bisa dipastikan hidup kita tidak akan mungkin bisa bahagia. Sebab, syarat bahagia itu ikhlas.

Sebagai contoh, saat kita terbaring sakit. Jika kita tak bisa ikhlas dengan rasa sakit yang menimpa kita, justru hal itu akan menjadikan sakit kita semakin parah. Karena ada rasa takut, khawatir, dan cemas. Pikiran dan perasaan negatif itulah yang malah menjadikan penyakit semakin mudah dan suka singgah dalam tubuh kita.

Begitu juga sebaliknya. Padahal, antara sehat dan sakit, hidup kita lebih banyak sehatnya ketimbang sakitnya. Namun, ketika Allah memberikan rasa sakit kepada kita, kenapa kita menjadi tidak bisa menerima? Padahal, kita pun bisa menerima diri kita ketika sedang sehat.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

 

sumber : Hikmah Republika oleh Abdul Muid Badrun
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement