Selasa 17 Dec 2024 15:49 WIB

'Konsep Humanisme Gus Dur Bentuk Penghormatan Sesama Manusia'

Gus Dur merupakan sosok yang berkomitmen pada kerukunan hidup beragama.

Rep: Sabicha Ulinnuha/ Red: Fernan Rahadi
Para Pembicara dalam Diskusi Publik dalam Rangka Peringatan Haul Gus Dur Ke-15 di Alra Corner, Mantrijeron, Yogyakarta, Senin (16/12/2024).
Foto: Sabicha Ulinnuha
Para Pembicara dalam Diskusi Publik dalam Rangka Peringatan Haul Gus Dur Ke-15 di Alra Corner, Mantrijeron, Yogyakarta, Senin (16/12/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Anggota DPD RI DIY, Hilmy Muhammad, mengatakan konsep humanisme yang diusung Presiden ke-4 Indonesia, KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) merupakan bentuk kesetaraan dan penghormatan sesama manusia. Keberagaman adalah kekuatan bangsa yang harus diperlakukan dengan cara yang setara.

"Berbeda itu menunjukkan kekuatan sebagai bangsa. Justru karena beragam dituntut untuk memperlakukan dengan cara yang setara, yang sama, tidak merendahkan," katanya dalam acara Peringatan Haul Ke-15 KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang digelar oleh Sekber Keistimewaan DIY di Alra Corner, Matrijeron, Yogyakarta, Senin (16/12/2024).

Ia menggarisbawahi konsep yang diambil oleh Gus Dur dalam menghadapi keberagaman yaitu toleransi dengan saling memahami dan menghormati manusia sedemikian rupa dan berdialog bersama.

"Kalau kita menghormati sesama manusia sama saja menghormati penciptanya. Manusia harus dihormati sedemikian rupa dan bagaimana memanusiakan manusia dengan tujuan akhir menyejahterakan kita semua," jelas Gus Hilmy.

Sementara itu, Wali Kota terpilih Kota Yogyakarta, Hasto Wardoyo, menyatakan akan berupaya menerapkan toleransi dan kerukunan beragama dalam kehidupan demokrasi khususnya Kota Yogyakarta. Konsep tersebut ia implementasikan dari ajaran Gus Dur sebagai tokoh humanisme.

Hasto mengatakan melalui Gus Dur, ia belajar bagaimana berkontestasi politik dengan penerapan kebebasan demokrasi yang sejalan dengan cita-cita Gus Dur, yakni demokrasi sebagai jalan lahirnya kesejahteraan masyarakat. Dengan perbedaan yang beragam, tentunya harus diperkuat melalui toleransi dan pemahaman esensi. Ia menegaskan, toleransi yang dipelajari dari Gus Dur mengajarkan kedewasaan dan sebagai cara memaklumi orang lain.

"Toleransi yang diajarkan oleh beliau bagi kami adalah mengajarkan kedewasaan. Bagaimana kita bisa memaklumi orang lain, menahan diri dari apa yang tidak enak di kita sehingga kita tidak responsif. Kemudian belajar memahami esensi," ujar Hasto.

Jurnalis Majalah Hidup, Veronica Murwaningsih atau Naning, turut memberikan pandangannya mengenai Gus Dur sebagai sosok yang berkomitmen pada kerukunan hidup beragama. Dia menyebut nilai humanisme dan kerukunan beragama ditunjukkan dengan karakter menolak kekerasan, memilih dialog, dan etis. Humanisme dan kerukunan umat beragama sebagai landasan hidup bersama dan kehidupan sosial menjadi tawaran yang tidak bisa ditolak sebagai manusia.

"Humanisme dan kerukunan umat beragama sungguh menjadi alasan kuat sebagai landasan kita hidup bersama. Bagaimana kita mewujudkan keadilan sosial dan peradaban kasih itu menjadi tawaran yang tidak bisa ditolak. Menjadi tawaran kebutuhan dan juga harapan tertinggi kita sebagai seorang manusia," jelas Naning

Diskusi napak tilas pemikiran Gus Dur dihadiri oleh 98 peserta dari beberapa kelompok seperti kelompok disabilitas, kelompok Nahdlatul Ulama, partai politik, dan masyarakat umum. Ketua Sekber Keistimewaan DIY berharap diskusi ini sebagaiajang silaturahmi antar komponen dan bertukar pikiran, gagasan, dan visi membangun Indonesia yang lebih adil, beradab, dan maju.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement