REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ustaz Abdul Somad (UAS) dalam buku 37 Masalah Populer menjelaskan makna bidah menurut para imam dan ulama terkemuka. Mereka semuanya sepakat bahwa bidah adalah perkara yang dibuat-buat tanpa ada contoh sebelumnya dari Nabi Muhammad SAW.
Namun, definisi itu harus disimak baik-baik. Sebab, kini ada begitu banyak hal yang tidak ditemui pada zaman Rasulullah SAW.
"Jika dikatakan bahwa mobil adalah bidah, maka apakah Muslimin sekarang harus naik unta?
Tentu orang yang tidak setuju akan mengatakan, 'Mobil itu bukan ibadah, yang dimaksud bidah itu adalah masalah ibadah,'" tulis UAS dalam bukunya itu.
Dengan memberikan jawaban seperti itu, lanjut UAS, sebenarnya penyanggah sedang membagi bidah ke dalam dua hal, yakni bidah urusan duniawi dan bidah urusan ibadah. Dengan perkataan lain: bidah urusan dunia, boleh. Bidah dalam ibadah, tidak boleh.
"Kalau bidah bisa dibagi menjadi dua, yakni bidah urusan dunia dan bidah urusan ibadah, mengapa bidah tidak bisa dibagi kepada bidah terpuji dan bidah tercela?" tulis UAS.
Syekh Izzuddin bin Abdissalam, seorang ulama besar mazhab Syafii yang hidup pada abad ke-13 M, membagi bidah menjadi lima bagian: wajib, haram, mandub (anjuran), makruh dan mubah.
Cara untuk mengetahuinya, sesuatu yang dianggap bidah kemudian ditimbang dengan kaidah-kaidah syariat Islam. Jika masuk dalam kaidah wajib, maka itu adalah bidah wajib. Jika masuk dalam kaidah haram, maka itu bidah haram; dan seterusnya.
View this post on Instagram