REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebagian wilayah di utara Jakarta sedang dilanda bencana banjir rob atau banjir pesisir. Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI mengakui, salah satu penyebab utama terjadinya banjir rob di pesisir utara Jakarta beberapa waktu terakhir karena proyek pembangunan tanggul pantai yang dirancang untuk menahan masuknya air laut ke daratan, belum selesai.
"Kita lihat yang ada area-area yang belum terbangun (tanggul pantai) di situlah yang terkena rob. Jadi, kalau tanggul belum terbangun, rob pasti masuk," kata Penjabat Gubernur Provinsi DKI Jakarta Teguh Setyabudi di Jakarta, Selasa (17/12/2024).
Teguh mengungkapkan, saat ini terdapat total 39 kilometer (km) tanggul yang direncanakan untuk dibangun. Namun, proyek pembangunan tanggul ini baru terealisasikan sepanjang 22,9 km. Artinya, masih ada 16,1 km lagi yang belum selesai dibangun. Teguh menjelaskan, proyek pembangunan tanggul ini adalah kerja sama antar Kementerian Pekerja Umum (PU) dibantu oleh Pemprov Jakarta.
"Pastinya kami juga bersama-sama dengan Kementerian PU untuk mencoba menyelesaikannya dan untuk saat ini, yang bisa kita lakukan adalah bagaimana pada saat rob itu terjadi, kami tidak berdiam diri," kata Teguh.
Di sisi lain, Plt Kepala Dinas Sumber Daya Air (SDA) Ika Agustin mengungkap sejumlah faktor yang menyebabkan progres pembangunan tanggul molor dari targetnya yakni pada 2028. "Faktor penghambat pertama adalah kendala pengadaan barang dan jasa terkait proyek pembangunan. Kedua, pemerintah membutuhkan waktu lebih lama untuk menyesuaikan desain pembangunan tanggul, juga mengakomodasi kebutuhan para nelayan dalam menambatkan kapalnya," kata Ika.
Pihaknya, lanjut Ika, harus bisa memastikan tambatan kapal di area tanggul tidak menghalangi alur pelayaran. Selain itu, perlu ada koordinasi dengan nelayan terkait penyediaan area penempatan ikan hasil tangkapan.
Sebelumnya, tanggul pantai sepanjang 39 kilometer ditargetkan selesai dibangun pada 2028. Kini, target tersebut mundur menjadi 2030.
"Sehingga kita perlu waktu untuk mengkoordinasikan itu semua, sehingga targetnya agak sedikit mundur sampai 2030," kata Ika.
Ika juga menyinggung penurunan muka tanah di Jakarta saat ini berkisar 5-10 sentimeter (cm). Menurut dia, penurunan muka tanah yang paling drastis terjadi di Pluit, Ancol, Tanjung Priok, dan Cilincing.
"Rata-rata tuh (penurunannya) 5-10 sentimeter per tahun," kata dia.
Ika menyebutkan, berdasarkan hasil evaluasi, tidak ada penambahan angka penurunan muka tanah sejak 2020. Artinya, sejak 2020 hingga 2024 penurunan muka tanah di Jakarta stabil di kisaran 5-10 cm per tahun.
Ia menjelaskan, terjadinya penurunan muka tanah itu disebabkan oleh penggunaan air tanah. Karena itu, Pemprov DKI Jakarta terus berupaya untuk mempeluas jaringan distribusi pipa PDAM. Harapannya, masyarakat yang masih menggunakan air tanah bisa beralih menggunakan air PDAM.
"Mohon kepada warga DKI Jakarta, khususnya enggak cuma warga di bantaran persisir Utara, jika memang lokasinya sudah dilewati oleh distribusi pipa jaringan PAM, alangkah lebih baiknya tetap menggunakan dan memanfaatkan jaringan air bersih PAM. tidak menggunakan air tanah secara berlebihan, karena itu bisa membantu kota ini mengurangi dari land subsidence," kata dia.
View this post on Instagram