Kamis 19 Dec 2024 21:26 WIB

Respons Mahfud MD Soal Usulan Prabowo Kepala Daerah Dipilih DPRD

Prabowo mengusulkan kepala daerah dipilih DPRD.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Muhammad Hafil
Guru Besar Hukum Tata Negara UII Mahfud MD memberikan paparan saat Sekolah Hukum bagi calon anggota legislatif terpilih 2024 di Sekolah Partai, Lenteng Agung, Jakarta, Jumat (14/6/2024). DPP PDI Perjuangan (PDIP) menggelar Sekolah Hukum yang diikuti oleh seluruh calon anggota DPR RI, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota terpilih 2024 dengan pembicara utamanya Mahfud MD.
Foto: ANTARA FOTO/Bayu Pratama S
Guru Besar Hukum Tata Negara UII Mahfud MD memberikan paparan saat Sekolah Hukum bagi calon anggota legislatif terpilih 2024 di Sekolah Partai, Lenteng Agung, Jakarta, Jumat (14/6/2024). DPP PDI Perjuangan (PDIP) menggelar Sekolah Hukum yang diikuti oleh seluruh calon anggota DPR RI, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota terpilih 2024 dengan pembicara utamanya Mahfud MD.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ahli hukum tata negara, Mahfud MD merespon polemik usulan Presiden Prabowo agar Pilkada kembali ke DPRD. Mahfud menilai persoalan sebenarnya bukan di sistem pemilihan yang dilakukan secara langsung atau tidak langsung, tapi penegakan hukum dan netralitas aparat. 

“Kalau kita mau mengevaluasi sebenarnya menurut saya tidak pada soal langsung atau tidak langsung, itu pada soal pelaksanaan di lapangan, netralitas aparat penegak hukum dan netralitas birokrasi, itu yang penting,” kata Mahfud dalam podcast di kanal YouTube Mahfud MD Official disimak pada Kamis (19/12/2024).

Baca Juga

Mahfud mengamati pejawat masih punya banyak kekuatan untuk menggunakan bansos dan program-program lain untuk mendulang simpati. Hal itu banyak terbukti di MK, tapi bukan pelanggaran hukum tata negara melainkan hukum pidana. Sehingga banyak yang pada akhirnya masuk penjara.

MK, lanjut Mahfud, waktu itu memutuskan banyak kecurangan-kecurangan karena menggunakan fasilitas pemerintah itu. Bahkan, dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana penyalahgunaan fasilitas negara untuk kepentingan publik dan untuk kepentingan pemilu (pribadi).

“Tapi, karena penyalahgunaan ini tidak bisa secara langsung membuktikan pilihan orang dalam bilik suara, maka pemilunya tetap sah, pilihan rakyat itu tetap sah, tapi pelakunya diserahkan ke KPK dan ke polisi, dan itu yang banyak dipenjara kemudian,” ujar mantan Menkopolhukam dan mantan Ketua MK tersebut.

Terkait apa yang harus dievaluasi, Mahfud menekankan birokrasi dan netralitas aparat. Sebab setiap daerah itu mungkin aparatnya sudah tergiring ke satu parpol karena kuat di daerah tersebut. Bagi Mahfud, kunci evaluasi ada di pimpinan-pimpinan institusi, termasuk Presiden RI sebagai institusi tertinggi.

"Ya, betul, pimpinan institusi untuk menegakkan aturan itu adalah kunci, terutama kalau dalam hal ini saya selalu berpendapat sebenarnya kuncinya ada di presiden, kalau presiden sudah mendengar suara rakyat, Pak disana ada begitu, bilang saja ke Kapolri, tuh Kapolri selidiki disana selesaikan, kan begitu bisa, kalau presiden jadi jangan itu (membiarkan) sudah diurus Kapolri, perintahkan,” kata Mahfud.

Mahfud juga membantah kabar yang menyebut dirinya setuju agar Pilkada kembali dipilih DPRD. Mahfud hanya setuju Pilkada dievaluasi karena memang berbiaya mahal dan sangat jorok. 

Soal Pilkada secara langsung atau tidak langsung, Mahfud mempersilakan itu dibahas dalam evaluasi Pilkada tersebut.

“Kalau pilihannya harus kembali lewat DPRD mari kita bahas, itulah yang saya sebut evaluasi, kenapa, ya karena sekarang ini memang harus dievaluasi, Pilkada itu berjalan sangat mahal, sangat mahal dan jorok juga, biayanya mahal lalu permainannya kotor, kadang kala tidak pakai etika, tidak pakai rasa malu, tidak pakai rasa takut, dan jorok sekali itu bagi situasi sosial politik kita,” ujar Mahfud.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement