REPUBLIKA.CO.ID,NEW YORK -- Kecemerlangan Ghazali terletak pada kesederhanaannya. Kesederhanaan inilah yang ia dorong dan ingin ditanamkan dalam diri seorang pencari.
Imam Ghazali adalah salah satu tokoh Tasawuf terbesar. Meskipun seorang cendekiawan, beliau adalah segala sesuatu yang harus dimiliki oleh seorang sufi luhur, penuh makna, dan brilian. Imam Ghazali memiliki kepribadian yang dinamis. Ia adalah seorang filsuf, cendekiawan, teolog, dan mistikus.
Secara umum, semua peran ini membutuhkan jenis pola berpikir yang rumit dan kompleks yang tidak terlalu umum. Sifat-sifat ini sangat dihargai dalam diri seorang filsuf. Namun, justru sebaliknya, kecemerlangan Imam Ghazali tidak terletak pada karya ilmiah yang rumit, tetapi pada pendekatannya yang sederhana terhadap Makrifat (Gnosis), filsafat, dan ekspresi mistik.
Demikian dijelaskan Dr. Taimur Shamil pada laman The National, penulis bergelar PhD di bidang Hubungan Internasional yang memiliki minat khusus pada keilmuan Hadis dan Tasawuf.
Dr. Taimur Shamil mengungkapkan, pencarian akan kesederhanaan inilah yang mendorong Imam Ghazali untuk menyendiri selama 10 tahun, setelah ia memimpin Universitas Nizamiyah di Baghdad pada abad ke-12 Masehi. Kesendirian dan fokusnya membawa karya-karya besar Tasawuf (Sufisme) kepada dunia Muslim, dan dunia pada umumnya. Selama berabad-abad, karya-karyanya telah terbukti menjadi panduan yang konsisten bagi para pencari ilmu.
Imam Ghazali menerima inisiasi spiritualnya dari Hazrat Abu Ali Farmadi, yang merupakan salah satu sufi terbesar di zamannya. Farmadi menerima Faiz (berkah) dari Abul Qasim Gurgani yang kemudian menerima Faiz dari Hazrat Abul Hassan Kharqani. Para bangsawan ini adalah para Sufi dengan tingkat tertinggi.
Sufi Chishti yang terkenal, Hazrat Syed Banda Nawaz Gaisoo Daraaz dari Gulbarga Sharif, yang sekarang berada di India, telah menyebutkan Hazrat Abul Qasim Gurgani di dalam buku-buku kecilnya dengan cara yang sangat indah. “Yaz deh Rasaael” (sebelas buku kecil) karya beliau adalah bacaan Sufi yang penting.
Selain itu, Hazrat Ali Hajveri yang juga dikenal sebagai Daata Ganj Baksh dari Lahore telah menulis tentang pertemuannya dengan Abul Qasim Gurgani dan Hazrat Farmadi dalam bukunya yang terkenal, Kashf-ul-Mahjoob. Penting untuk menyebutkan para sufi ini untuk lebih memahami silsilah spiritual dan asal-usul intelektual Imam Ghazali. Mereka yang tertarik untuk mengetahui akar spiritual Imam Ghazali harus mengeksplorasi kehidupan dan ajaran para sufi seperti Hazrat Abu Ai Farmadi, Hazrat Gurgani, Hazrat Abul Hassan Kharqani, Hazrat Bayezid Bistami, dan seterusnya hingga Syedna Muhammad Mustafa.
Kepribadian Imam Ghazali sangat unik dalam banyak hal, bahkan di antara para sufi. Kepribadiannya termanifestasi dalam tulisan-tulisannya. Ambil contoh karya agungnya, Ihya Ulumuddin. Orang akan menyadari keunikan keilmuannya, pemahaman mendalam tentang Deen dengan mudah. Siapapun yang pernah membaca karya-karya sufi klasik, akan menyadari bukan hanya metode pengajarannya yang khas dalam tulisannya, tetapi juga dalam pendekatannya secara umum terhadap Tasawuf dan spiritualitas secara keseluruhan. Lebih tepatnya, beliau adalah seorang yang telah menghabiskan waktu bertahun-tahun dalam pelatihan keagamaan. Menguasai seni berpidato dan menaklukkan perdebatan filosofis pada masanya. Sebagai seorang yang memiliki otoritas dalam hukum Islam, ia menyadari bahwa untuk keselamatan dan 'kesuksesan' seseorang di dunia dan akhirat, membutuhkan kemurnian hati dan batin.
Tidak ada gunanya memenangkan perdebatan dan menonjolkan ego dengan mencari tepuk tangan dari publik, bahkan dengan mengajarkan adat istiadat Islam, jika hati seseorang tidak murni. Beliau menyadari bahwa dedikasi yang teguh terhadap Faraaiz Islam dan komitmen terhadap Deen dengan pemahaman dan kemurnian hati, adalah yang dibutuhkan. Inilah kontribusi penting beliau. Beliau membawa poin ini ke inti perdebatan di zamannya dan zaman yang akan datang.
Perdebatan dan diskusi pada umumnya memakan waktu. Terutama, dalam diskusi teologis dan teoritis, satu poin mengarah ke poin lain yang kompleks. Hal ini, sering kali, hanya menjadi permainan sulap dan tipu muslihat ketika tujuan akhirnya bukan untuk memahami Deen, melainkan untuk memenangkan perdebatan atau menjatuhkan orang lain. Imam Ghazali membenci hal ini.
Imam Ghazali dibaca di seluruh dunia Muslim saat ini. Pengamatannya yang tajam, dedikasi spiritual dan fokusnya untuk menjadi bermakna dan murni adalah fokus nyata dari karyanya. Di zaman modern ini ketika dunia terlalu berkomitmen untuk menjadi khayalan, pamer, dan licik, membaca Imam Ghazali dan memahaminya dapat membawa kita kembali ke kemurnian hati. Jika seseorang secara umum mengamati sekitar, bahkan di kalangan spiritual, orang akan melihat bahwa para sufi yang memproklamirkan diri terlalu fokus untuk mendesain dan membuat diri mereka sebagai seorang sufi; terlalu fokus untuk mengenakan pakaian dan topi warna-warni yang lebih mirip karikatur seorang sufi daripada menjadi seorang sufi yang sebenarnya. Imam Ghazali akan membenci cara-cara seperti ini, di mana fokus seorang pencari Tuhan bergeser dari 'substansi' ke 'bentuk' yang hampa.
Kecemerlangan Imam Ghazali terletak pada kesederhanaannya. Kesederhanaan dalam keberadaan itulah yang ia dorong dan ingin ditanamkan dalam diri seorang pencari. Jika tidak, 'mencari jalan' itu sendiri hanyalah sebuah perjalanan ego untuk membuktikan diri. Dalam Tasawuf tidak ada yang perlu 'dibuktikan', dan tidak ada yang perlu 'dicapai' juga (dalam arti duniawi). Ini adalah jalan menuju realisasi dan pengalaman.