Senin 23 Dec 2024 09:26 WIB

Krisis Iklim dan Pengasaman Laut Imbas Produksi Emisi Karbon 56 Juta Tahun Lalu

Para peneliti menegaskan bahwa temuan ini menyoroti konsekuensi berkelanjutan dari ti

Rep: Lintar Satria/ Red: Intan Pratiwi
Siluet wisatawan mencari kerang laut saat matahari terbit di objek wisata Tanjung Waka, Kepulauan Sula, Maluku Utara, Minggu (15/12/2024). Pantai tersebut merupakan salah satu destinasi wisata unggulan di Maluku Utara yang dimanfaatkan para pengunjung Festival Tanjung Waka untuk mencari kerang saat air laut surut.
Foto: ANTARA FOTO/Andri Saputra
Siluet wisatawan mencari kerang laut saat matahari terbit di objek wisata Tanjung Waka, Kepulauan Sula, Maluku Utara, Minggu (15/12/2024). Pantai tersebut merupakan salah satu destinasi wisata unggulan di Maluku Utara yang dimanfaatkan para pengunjung Festival Tanjung Waka untuk mencari kerang saat air laut surut.

REPUBLIKA.CO.ID,BEIJING -- Penelitian terbaru oleh tim ilmuwan dari Tiongkok dan Amerika Serikat mengungkap dampak besar pelepasan karbon yang terjadi 56 juta tahun lalu terhadap kimiawi lautan. Studi ini memberikan gambaran jelas tentang bagaimana krisis iklim saat ini, yang juga menyebabkan pengasaman laut, berdampak pada kehidupan laut dan keanekaragaman hayati.

Penelitian yang dipublikasikan di jurnal Nature Geoscience ini merupakan kolaborasi antara peneliti dari Peking University, Pennsylvania State University, University of California, Riverside, dan berbagai institusi lainnya.

Para ilmuwan merekonstruksi kondisi pengasaman laut selama Paleocene-Eocene Thermal Maximum (PETM), sebuah periode yang ditandai dengan lonjakan signifikan suhu global dan gangguan ekosistem yang luas.

Hasil penelitian menunjukkan kemiripan pola antara pengasaman laut selama PETM dan kondisi saat ini akibat tingginya konsentrasi karbon dioksida di atmosfer. Pada masa PETM, lonjakan emisi karbon menyebabkan penurunan drastis pH laut, mengurangi ketersediaan ion karbonat yang penting bagi organisme laut untuk membentuk cangkang dan menyimpan karbon di lautan.

Dengan menggunakan teknik asimilasi data paleoklimat yang menggabungkan catatan proksi dan simulasi model sistem bumi, para peneliti menemukan bahwa selama PETM, konsentrasi karbon dioksida di atmosfer meningkat dari 890 parts per million (ppm) menjadi 1.980 ppm. Penurunan pH laut rata-rata tercatat sebesar 0,46 unit.

"Temuan ini memberikan peringatan yang jelas untuk masa depan," ujar Profesor Li Mingsong dari Peking University seperti dikutip dari Xinhua, Ahad (22/12/2024).

Li menekankan bahwa penurunan pH laut selama PETM sangat mirip dengan proyeksi yang dihasilkan oleh laju emisi karbon saat ini. Namun, yang lebih mengkhawatirkan adalah kecepatan kenaikan emisi karbon di era modern jauh lebih cepat dibandingkan dengan masa PETM.

"PETM, yang berlangsung sekitar 200.000 tahun, memberikan gambaran alami tentang dampak emisi karbon yang tidak terkendali. Namun, laju emisi saat ini jauh melampaui apa yang terjadi selama PETM, sehingga ancamannya lebih besar dan berjangka panjang," tambah Li.

Li juga menyoroti wilayah-wilayah yang paling rentan terhadap perubahan ini, termasuk kawasan Arktik yang mengalami percepatan dampak perubahan iklim.

Para peneliti menegaskan bahwa temuan ini menyoroti konsekuensi berkelanjutan dari tingginya emisi karbon dan urgensi untuk segera mengatasi perubahan iklim. Perlindungan kesehatan laut dan keanekaragaman hayati global menjadi krusial untuk memastikan stabilitas ekosistem bumi di masa depan.

Dengan memahami pola dari peristiwa PETM, dunia diharapkan dapat mengambil tindakan nyata untuk membatasi emisi karbon dan memitigasi dampak perubahan iklim demi masa depan yang lebih berkelanjutan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement