REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setelah rezim Assad terjungkal, Suriah menatap masa depan yang lebih cerah. Warga di sana membentuk pemerintahan baru. Namun bukan tanpa tantangan. Sejumlah permasalahan bermunculan, seperti kemanusiaan, agresi Israel, dan banyak lagi.
Semenjak milisi Suriah menggulingkan pemerintahan Presiden Bashar Al-Assad pada 8 Desember, pasukan Israel menggencarkan serangan ke negara itu dan menerobos masuk wilayah yang sebelumnya merupakan zona demiliterisasi.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada awal Desember menyatakan bahwa perjanjian tentang pemisahan pasukan Israel dengan Suriah di Dataran Tinggi Golan sudah tidak berlaku dengan alasan bahwa militer Suriah telah meninggalkan posisinya pascapenggulingan rezim Assad.
Lantas bagaimana kondisi terkini terkait Suriah yang saat ini dipimpin oleh pemerintahan sementara?
1. Reformasi ekonomi
Pelaksana tugas Menteri Perdagangan Suriah Maher Khalil al-Hassan mengatakan pemerintah sementara Suriah memiliki cadangan strategis barang-barang kebutuhan pokok yang cukup untuk lima hingga enam bulan ke depan.
Hassan mengatakan otoritas berencana merevisi peraturan dan mengurangi pajak impor guna merevitalisasi pasar domestik.
Menurutnya, pendekatan ekonomi yang bebas dan pencabutan pembatasan terhadap komoditas penting tertentu akan membantu menurunkan biaya.
Pemerintahan sekarang sedang mempertimbangkan serangkaian reformasi, termasuk kenaikan upah hingga 400 persen dan penghapusan dukungan pemerintah terhadap sejumlah barang strategis, guna meliberalisasikan ekonomi serta meredam pengambilan untung yang berlebihan.