Senin 23 Dec 2024 16:42 WIB

Jawab Kritik Rencana Pemberian Amnesti untuk Koruptor, Ini Penjelasan Menteri Hukum

Pemberian grasi, amnesti, maupun abolisi adalah hak konstitusional Presiden.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Teguh Firmansyah
Menteri Hukum Supratman Andi Agtas di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (13/12/2024).
Foto: Antara/Fathur Rochman
Menteri Hukum Supratman Andi Agtas di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (13/12/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pemerintah menjawab kritikan banyak pihak terhadap Presiden Prabowo Subianto yang berencana memberikan grasi, amnesti, maupun abolisi terhadap para koruptor dengan syarat mengembalikan uang curiannya ke kas negara.

Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menerangkan, mekanisme pengampunan maupun penghapusan pidana terhadap para pelaku tindak kejahatan, termasuk korupsi, adalah hak konstitusional yang melekat kepada kepala negara.

Baca Juga

“Bahwa itu (pemberian grasi, amnesti maupun abolisi) adalah hak konstitusinal yang diberikan oleh negara (kepada presiden),” kata Andi saat ditemui wartawan di Kantor Kementerian Hukum di Jakarta Selatan (Jaksel), pada Senin (23/12/2024).

Pun Andi menegaskan, pemberian amnesti, abolisi, juga dalam grasi terhadap pelaku tindak pidana sudah berlangsung lama. Hal tersebut menurutnya diakui dalam konstitusi. Hal itu pun sudah awam dilakukan seluruh negara.

Karena itu Andi mengatakan, tak semestinya sarana konstitusional tersebut saat ini diperdebatkan. “Menyangkut soal grasi, amnesti, dan abolisi itu sebenarnya adalah sesuatu yang sudah berlangsung lama. Dan itu adalah merupakan sebuah upaya bagi kepala negara, untuk melakukan proses pengampunan (terhadap pelaku pidana),” ujar Andi.

Namun Andi melanjutkan, dalam setiap tahapannya, pemberian grasi, amnesti, ataupun abolisi terhadap koruptor tersebut tak dilakukan dengan serta-merta. Karena itu, kata Andi, selain adanya syarat pengembalian kerugian negara, pun juga harus dengan adanya persetujuan dari Mahkamah Agung (MA), danDewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Bagaimana pun, menurut Andi, pemberian grasi, amnesti, ataupun abolisi oleh Presiden terhadap pelaku kejahatan, termasuk koruptor tersebut tak bisa absolut atau mutlak.

Dalam pemberian grasi itu, kata Andi menjelaskan harus dengan pertimbangan dari MA. Sedangkan dalam pemberian amnesti, ataupun abolisi, Presiden harus mendapatkan persetujuan dari DPR.

Selain itu, Andi juga menegaskan bagi Presiden Prabowo sendiri, sebagai pemberi grasi, amnesti, atuapun abolisi terhadap koruptor menetapkan syarat yang mutlak harus dipenuhi yakni pengembalian kerugian negara.

“Pernyataan Presiden itu, kan masih koma. Mungkin dimaafkan. Tetapi kalau tidak mengembalikan kerugian negara, maka akan diterapkan proses hukum yang sangat keras,” ujar Andi. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement