REPUBLIKA.CO.ID, MADINAH -- Yaqubi berkata, "Aku pernah masuk menemui Imam Malik pada saat ia sakit menjelang ajal, sembari mengucapkan salam kepadanya. Kemudian aku duduk dan aku melihat ia sedang menangis. Maka aku bertanya, "Wahai Imam Malik, apa yang membuat dirimu menangis?"
Imam Malik menjawab, "Wahai Ibnu Qanab, bagaimana saya tidak menangis dan siapakah yang lebih berhak menangis daripada diriku? Demi Allah, aku benar-benar ingin jika aku dipulul dengan cambukan demi cambukan untuk setiap permasalahan yang aku fatwakan dengan pendapatku. Sementara aku memiliki kelonggaran terhadap apa yang telah aku fatwakan. Alangkah baiknya seandainya aku tidak berfatwa dengan pendapatku sendiri."
Imam Asy Syafii berkata, "Bibiku berkata kepadaku, dan saat itu kami sedang di Makkah. "Di malam ini, aku memimpikan sesuatu yang menakjubkan."
AKu pun bertanya kepadanya, "Apa itu?"
Dia menjawab, "Aku bermimpi seakan-akan ada seseorang yang berseru, malam ini akan ada penduduk bumi yang paling berilmu meninggal dunia."
Asy Syafii berkata, "Maka kami pun menduga-duga. Dan ternyata hari itu adalah hari meninggalnya Imam Malik."
Ibnu Abi Uwais berkata, "Sebelum meninggal, Imam Malik menderita sakit beberapa hari. Lalu aku pun bertanya kepada beberapa keluarga kami tentang apa yang ia ucapkan sat menghadapi kematian."
Ada yang menjawab, "Ia mengucapkan syahadat kemudian berkata, kepunyaan Allah-lah segala urusan sebelum dan sesudahnya."
Imam Malik wafat pada pagi hari, 14 Rabiul Awal 179 H. Dia wafat pada masa pemerintahan Harun Ar Rasyid dan dikuburkan di Baqi bersebelahan dengan Ibrahim, putra Nabi SAW. Pada saat meninggal, usianya 85 tahun.