REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan bahwa menurut ajaran Islam, tidak ada larangan untuk berinteraksi dan bermuamalah dengan umat agama lain. Bahkan, kaum Muslimin dianjurkan untuk saling menghormati, bekerja sama, dan menjaga hubungan baik dengan siapapun warga dalam hal ihwal duniawi.
Namun, bagaimana dengan hal-hal yang terkait akidah atau peribadahan? Menjelang tanggal 25 Desember ini, misalnya, apakah orang Islam boleh mengikuti perayaan Natal bersama?
Sehubungan dengan itu, MUI sudah lama mengeluarkan fatwa tentang hukum perayaan Natal bersama. Itu ditetapkan di Jakarta pada 7 Maret 1981 silam.
Dalam fatwa tersebut, MUI menegaskan, bagi umat Islam mengikuti perayaan atau upacara Natal bersama adalah haram. Ini semata-mata bertujuan agar kaum Muslimin tidak terjerumus kepada syubhat atau larangan Allah SWT. Mereka dilarang ikut serta dalam ritual peribadahan agama lain, seperti halnya Natal.
Sekurang-kurangnya, ada enam argumentasi yang berlandaskan Alquran dan Sunnah Nabi SAW. Kesemuanya menjadi pijakan keharaman umat Islam mengikuti perayaan Natal bersama.
Pertama, kaum Muslimin diperbolehkan untuk bekerja sama dan bergaul dengan umat agama-agama lain dalam hal ihwal yang berkaitan dengan keduniaan. Lihat antara lain Alquran surah al-Hujurat ayat ke-13, Luqman ayat ke-15 dan Mumtahanah ayat kedelapan.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَٰكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَٰكُمْ شُعُوبًا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓا۟ ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ ٱللَّهِ أَتْقَىٰكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Artinya: "Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal" (QS al-Hujurat: 13).
Kedua, umat Islam tidak boleh mencampuradukkan akidah dan peribadahan agamanya dengan keyakinan agama lain. Ini berdasarkan surah al-Kafirun dan al-Baqarah ayat ke-42.
وَلَا تَلْبِسُوا۟ ٱلْحَقَّ بِٱلْبَٰطِلِ وَتَكْتُمُوا۟ ٱلْحَقَّ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ
Artinya: "Dan janganlah kamu campur adukkan yang haq (kebenaran) dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang haq itu, sedang kamu mengetahui" (QS al-Baqarah: 42).