REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta mewacanakan akan menghapus layanan Transjakarta Koridor I (Blok M-Kota) usai proyek pembangunan MRT Fase 2A selesai. Pasalnya, rute Transjakarta itu berhimpitan dengan jalur MRT.
Ketua Inisiatif Strategis untuk Transportasi (Instran) Darmaningtyas menilai, wacana untuk menghapuskan layanan Transjakarta dengan alasan berhimpitan dengan jalur MRT merupakan sesuatu yang konyol. Sebab, pelanggan Transjakarta dan MRT memiliki karakter yang berbeda.
"Ini jelas langkah yang tidak tepat," kata dia melalui keterangannya, Selasa (24/12/2024).
Menurut dia, wacana itu tidak akan keluar ketika pengambil kebijakan memahami kondisi atau karakter pelanggan MRT dan TJ. Sebab, karakter pelanggan Transjakarta itu berbeda dengan karakter pelanggan MRT, baik dari aspek sosial ekonomi, tarif, maupun pola perjalanannya. Karena itu, menurut dia, keberadaan MRT tidak bisa menggantikan layanan Transjakarta, meskipun rutenya berhimpitan.
Darmaningtyas menjelaskan, dari aspek sosial ekonomi, pelanggan MRT umumnya memiliki kelas sosial ekonomi yang lebih tinggi. Sebaliknya, pelanggan Transjakarta tidak seperti itu.
"Jadi dari aspek ini saja, sangat tidak realistis memindahkan pelanggan Transjakarta ke MRT. Begitu mereka dipaksa pindah ke MRT karena layanan TJ Koridor 1 dihapuskan, maka mereka akan pindah ke sepeda motor, dan ini jelas suatu kekonyolan yang tidak terampuni," ujar dia.
Kedua, dari segi tarif, MRT jelas jauh lebih mahal dibandingkan Transjakarta. Ia mencontohkan, untuk menggunakan layanan MRT dari Lebak Bulus ke Bunderan HI, tarifnya mencapai Rp 14 ribu. Sementara tarif Transjakarta Rp 3.500 sekali jalan tanpa menghitung jarak.
View this post on Instagram