REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bangsa Indonesia menaruh kepedulian yang besar terhadap Palestina. Di antara pelbagai buktinya ialah keberadaan Rumah Sakit (RS) Indonesia di Bait Lahiya, Gaza Utara, Jalur Gaza.
Rencana pembangunan unit layanan kesehatan tersebut bermula pada Desember 2008. Saat itu, Israel memulai gempuran dahsyat ke Jalur Gaza.
Pada 1 Januari 2009, Tim Medis Medical Emergency Rescue Committee (MER-C), sebuah organisasi sosial kemanusiaan yang berpusat di Jakarta, bersama dengan tim pemerintah RI berangkat ke Gaza. Tujuannya menyalurkan bantuan kepada para korban.
Selama sepekan berada di RS asy-Syifa, Gaza City, Tim MER-C masih banyak menemui korban-korban dengan luka dan trauma berat. Tak sedikit warga Palestina yang harus kehilangan anggota tubuhnya akibat terkena bom dan rudal Israel yang membabi-buta.
Tim MER-C juga melihat bahwa RS di Gaza itu kewalahan menampung korban yang begitu banyak. Terlebih lagi, wilayah Gaza Utara berbatasan langsung dengan Israel sehingga terkena dampak yang paling parah. Sebagai sebuah wilayah perang, Gaza hanya memiliki 1 rumah sakit berstatus RS Rehabilitasi, yang juga tidak luput dari serangan Zionis.
Pada 23 Januari 2009, Tim MER-C didampingi sejumlah wartawan dari Indonesia bertemu dengan menteri kesehatan Palestina saat itu, dr Bassim Naim. Pada kesempatan yang langka di Gaza tersebut, untuk pertama kalinya MER-C mengutarakan maksud, yakni rencana pembangunan RS Indonesia di Jalur Gaza.
Bassim Naim menyatakan, rakyat Palestina tentunya akan menyambut baik adanya faskes tersebut. Perwakilan MER-C saat itu, dr Joserizal Jurnalis, Sp.OT atas nama rakyat Indonesia lalu melakukan penandatanganan nota kesepahaman (memorandum of understanding/MoU) dengan Kemenkes Palestina, yang diwakili Bassim Naim. Isi MoU itu menegaskan komitmen untuk membangun sebuah rumah sakit yang dibiayai dari donasi rakyat Indonesia untuk Palestina, khususnya warga Gaza.
View this post on Instagram