Rabu 25 Dec 2024 14:28 WIB

Emisi Metana Melonjak, Ancaman Bagi Iklim Global

Sektor pertanian menyumbang 40 persen dari emisi global.

Rep: Lintar Satria / Red: Satria K Yudha
Laporan Global Methane Budget 2024 mengungkapkan terjadi lonjakan emisi metana yang dapat semakin memperparah perubahan iklim.
Foto: Piaxabay
Laporan Global Methane Budget 2024 mengungkapkan terjadi lonjakan emisi metana yang dapat semakin memperparah perubahan iklim.

REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Laporan Global Methane Budget 2024 mengungkapkan bahwa dalam dua dekade terakhir, emisi metana dari aktivitas manusia meningkat sebesar 20 persen. Metana merupakan salah satu dari tiga gas rumah kaca utama yang berkontribusi terhadap perubahan iklim.

Gas ini bertahan di atmosfer hanya selama beberapa dekade, yang lebih singkat dibandingkan dengan karbon dioksida dan nitrous oxide. Namun, metana memiliki potensi pemanasan global jangka pendek tertinggi karena dapat menahan lebih banyak panas di atmosfer.

Global Methane Budget 2024 yang disusun beberapa mitra penelitian internasional, termasuk lembaga ilmu pengetahuan nasional Australia (CSIRO), bagian dari Proyek Karbon Global. Laporan yang mencakup 17 emisi metana dari sumber alami dan dari aktivitas manusia ini menunjukkan emisi metana dunia naik sebesar 61 juta ton metrik per tahun.

Direktur Eksekutif CSIRO untuk Proyek Karbon Global, Pep Canadell mengatakan, konsentrasi metana baru-baru ini meningkat lebih cepat dari sebelumnya sejak pengukuran yang dapat diandalkan dimulai pada tahun 1986. “Selama tiga tahun terakhir dari 2020-2022, kami melihat meningkatnya laju pertumbuhan metana, dengan puncak tertinggi pada tahun 2021. Peningkatan ini berarti konsentrasi di atmosfer adalah 2,6 kali lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat pra-industri,” kata Canadell seperti dikutip dari Cosmos Magazine, Selasa (24/12/2024).

Ia mengatakan aktivitas manusia bertanggung jawab atas setidaknya dua pertiga dari emisi metana global. "Menambah sekitar 0,5 derajat Celsius pada pemanasan global yang telah terjadi hingga saat ini,” katanya.

Laporan tersebut menemukan sektor pertanian menyumbang 40 persen dari emisi global. Diikuti sektor bahan bakar fosil sekitar 34 persen, limbah padat dan cair sebanyak 19 persen, serta pembakaran biomassa dan biofuel sebesar 7 persen. Lima negara penghasil emisi tertinggi pada tahun 2020 adalah Cina sebanyak 16 persen, India 9 persen, Amerika Serikat 7 persen, Brasil 6 persen, dan Rusia 5 persen.

Uni Eropa dan Australasia yang terdiri Australia dan Selandia Baru, berhasil mengurangi emisi mereka selama dua dekade terakhir. Namun, jika tren emisi metana dari aktivitas manusia terus meningkat, hal ini akan membahayakan keberhasilan Global Methane Pledge, komitmen internasional untuk mengurangi emisi metana sebesar 30 persen pada tahun 2030.

Canadell menjelaskan umur metana di atmosfer lebih pendek dibandingkan dengan karbon dioksida. Oleh karena itu, tambahnya, sebagian besar emisi, dan efek pemanasannya terjadi dalam 20 tahun pertama setelah dilepaskan.

"Sehingga target (Global Methane Pledge) baik untuk mitigasi cepat pemanasan global, untuk tetap berada di jalur nol-emisi yang konsisten dengan Perjanjian Paris, yang bertujuan untuk menstabilkan suhu di bawah 2 derajat Celsius dari tingkat pra-industri, emisi dari aktivitas manusia perlu diturunkan sebesar 45 persen pada tahun 2050, relatif terhadap tingkat tahun 2019,” tambahnya. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement