REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Suatu ketika terjadi dialog antara orang kuat dan perkasa dari kalangan Bani Israil dengan malaikat pencabut nyawa atau malaikat maut. Dialog di antara mereka sangat penting diambil pelajarannya, karena mereka membicarakan tempat hidup setelah kematian.
Kisah orang kuat Bani Israil dengan malaikat maut itu dikisahkan Imam Abu Hamid Muhammad ibn Muhammad al-Ghazali atau Imam Al Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumuddin dengan mengutip perkataan Yazid ar-Raqasyi.
Yazid ar-Raqasyi bercerita bahwa suatu ketika ada seorang terkuat dan paling perkasa dari kalangan Bani Israil tengah duduk di rumahnya tempat tinggal keluarganya. Tiba-tiba ia melihat ada seseorang yang masuk dari pintu rumahnya, lalu orang terkuat di Bani Israil itu melompat karena terkejut dan marah.
Orang terkuat Bani Israil pada masanya itu bertanya kepada orang yang tiba-tiba masuk ke rumahnya, "Siapa kamu dan siapa yang memasukkan kamu ke rumah ini."
Orang itu menjawab, "Yang memasukan aku ke dalam rumah ini adalah yang punya rumah ini, tidak ada dinding yang dapat menghalangiku, aku tidak pernah minta izin kepada raja-raja dan aku tidak takut seorangan dari orang yang berkuasa, aku juga tidak takut dari orang yang kuat, perkasa dan keras kepala, dan tidak takut setan yang durhaka, semuanya tidak dapat menghindar dariku."
Maka orang yang kuat dan perkasa dari kalangan Bani Israil itu jatuh di tangan malaikat pencabut nyawa dan gemetar. Sehingga ia jatuh tersungkur dan mukanya membentur. Kemudian ia mengangkat kepalanya ke arah malaikat pencabut nyawa sambil meminta dan merendahkan diri.
Orang Bani Israil itu berkata kepada malaikat maut, "Jadi kamu adalah malaikat pencabut nyawa."
Malaikat pencabut nyawa berkata, "Akulah orangnya."
Orang perkasa itu berkata, "Apakah kamu dapat menunda mencabut nyawaku, sehingga aku memenuhi janji."
Malaikat pencabut nyawa berkata, "Sangat tidak bisa, waktu kamu telah terputus dan nafsu syahwatmu telah selesai, waktumu telah habis. Maka tidak ada jalan untuk menunda mencabut nyawamu."
Orang perkasa dari Bani Israil itu bertanya ke malaikat maut, "Bersama kamu, kemana aku akan pergi (setelah mati)?"
Malaikat pencabut nyawa menjawab, "Pergi ke amal perbuatanmu yang telah kamu kerjakan dan ke rumahmu yang telah kamu siapkan."
Orang perkasa dari Bani Israil itu berkata, "Aku tidak mengerjakan suatu perbuatan yang shaleh (tidak mengerjakan amal shaleh), dan tidak menyiapkan rumah yang bagus."
Malaikat pencabut nyawa berkata, "Maka (kamu akan pulang) ke neraka yang mencabut tepi-tepi tulang."
Kemudian malaikat pencabut nyawa mencabut nyawa orang perkasa itu, lalu orang itu jatuh mati di hadapan keluarganya. Keluarganya ada yang berteriak dan ada yang menangis.
"Jika saja mereka mengerti buruknya tempat kembali (orang perkasa itu), niscaya ratapan tangis mereka lebih banyak," kata Yazid ar-Raqasyi.