REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Harvey Moeis yang divonis Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) melakukan korupsi sehingga merugikan negara Rp 300 Triliun dijatuhi hukuman 6,5 tahun penjara, denda Rp 1 Miliar, dan uang pengganti Rp 210 Miliar. Lantas bagaimana Islam memandang perbuatan korupsi?
Ulama sepakat bahwa korupsi termasuk dosa besar. Ada hukum ta'zir yang memungkinkan bagi koruptor dihukum berat hingga hukuman mati.
Dalam hukum pidana Islam, ta'zir merujuk pada hukuman yang diberikan atas pelanggaran hukum yang tidak memiliki sanksi yang spesifik dalam Alquran atau hadis. Hukuman ta'zir ditentukan oleh otoritas hukum berdasarkan pertimbangan keadilan, kemaslahatan umum, dan nilai-nilai moral dalam masyarakat. Ta'zir memberikan fleksibilitas dalam menentukan sanksi yang sesuai dengan tingkat kesalahan, tujuan pembinaan, dan perlindungan masyarakat. Hukuman ta'zir dapat berupa hukuman mati, penjara, pengasingan, salib, pengucilan, celaan, ancaman, denda dan lainnya.
KH Ahmad Sarwat Lc dalam laman Rumah Fiqih menjelaskan bahwa korupsi bisa digolongkan ke dalam varian dari dosa besar, meski tidak ada dalil yang secara langsung menyebutkannya seperti syirik, zina, mencuri minum khamar dan lainnya. Mungkin karena di masa Nabi Muhammad SAW jarang atau bahkan tidak ada kasus korupsi.
Namun secara hukum Islam, kasus korupsi bisa dimasukkan ke dalam jenis khiyanah (berkhianat). Karena pada hakikatnya, pelaku korupsi adalah orang yang diberi amanah oleh negara untuk menjalankan tugas dan disediakan dananya. Tapi alih-alih tugas dijalankan, justru dananya disikat duluan dan amanah tidak bisa dijalankan.
Sedikit berbeda dengan delik pencurian, di mana ada syarat bahwa pencuri itu bukan orang yang punya akses ke tempat uang. Uang atau harta itu disimpan di tempat yang aman, tetapi pencuri secara sengaja menjebolnya, baik dengan merusak pengaman atau mendobraknya.
Definisi pencurian yang disepakati para ulama umumnya, "Mengambil hak orang lain secara tersembunyi (tidak diketahui) atau saat lengah di mana barang itu sudah dalam penjagaan atau dilindungi oleh pemiliknya."
Secara hukum hudud, pencuri yang sudah memenuhi syarat pencurian, wajib dipotong tangannya, sebagaimana firman Allah SWT. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوْٓا اَيْدِيَهُمَا جَزَاۤءًۢ بِمَا كَسَبَا نَكَالًا مِّنَ اللّٰهِ ۗوَاللّٰهُ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ
Was-sāriqu was-sāriqatu faqṭa‘ū aidiyahumā jazā'am bimā kasabā nakālam minallāh(i), wallāhu ‘azīzun ḥakīm(un).
Laki-laki maupun perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya sebagai balasan atas perbuatan yang mereka lakukan dan sebagai siksaan dari Allah. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS Al-Ma'idah Ayat 38)
Sedangkan korupsi, karena dilakukan oleh orang dalam, maka delik hukumnya sedikit berbeda dengan pencurian. Namun bahwa dosanya besar, tentu saja tidak ada yang menentangnya.
Secara hukum Islam, meski tidak ada nash Quran dan hadits tentang bentuk hukuman pelaku tindak korupsi, namun masih ada hukum ta'zir. Sehingga asalkan sistem dan aparat hukumnya baik, pelaku korupsi tetap bisa menerima hukuman setimpal. Bahkan bisa dihukum mati juga.
Wallahu a'lam bishshawab.
Demikian disampaikan KH Ahmad Sarwat Lc terkait korupsi adalah dosa besar dan memungkinkan dihukum berat untuk memberikan efek jera.