REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Negara bagian New York akan mengenakan denda sebesar 75 miliar dolar AS (sekitar Rp 1.200 triliun) kepada perusahaan bahan bakar fosil selama 25 tahun ke depan. Langkah ini diambil berdasarkan undang-undang iklim baru yang ditandatangani Gubernur Kathy Hochul pada Kamis (26/12/2024).
Undang-undang ini bertujuan untuk mengalihkan sebagian biaya pemulihan dan adaptasi perubahan iklim dari wajib pajak individu ke perusahaan minyak, gas, dan batu bara yang dianggap bertanggung jawab atas krisis iklim. Dana yang terkumpul akan digunakan untuk mitigasi dampak perubahan iklim, termasuk perbaikan jalan, sistem transportasi, air dan limbah, bangunan, serta infrastruktur lainnya.
"New York telah melepaskan tembakan yang akan terdengar di seluruh dunia: perusahaan-perusahaan yang paling bertanggung jawab atas krisis iklim akan dimintai pertanggungjawaban," ujar Senator New York, Liz Krueger seperti dilansir dari Reuters, Jumat (27/12/2024).
Perusahaan bahan bakar fosil akan dikenakan denda berdasarkan jumlah gas rumah kaca yang mereka lepaskan ke atmosfer antara tahun 2000 hingga 2018. Dana tersebut akan dimasukkan ke dalam Climate Superfund mulai tahun 2028. Aturan ini berlaku bagi perusahaan yang menurut Departemen Konservasi Lingkungan New York bertanggung jawab atas lebih dari 1 miliar ton emisi gas rumah kaca global.
Dengan langkah ini, New York menjadi negara bagian kedua di Amerika Serikat yang mengesahkan undang-undang serupa setelah Vermont meloloskan versi mereka pada musim panas lalu. Undang-undang ini mengadopsi prinsip dari undang-undang superfund negara bagian dan federal yang mewajibkan pencemar membayar biaya pembersihan limbah beracun.
Menurut Senator Krueger, memperbaiki kerusakan dan beradaptasi terhadap cuaca ekstrem akibat perubahan iklim akan menelan biaya lebih dari 500 miliar dolar AS (sekitar Rp 8.000 triliun) bagi New York hingga tahun 2050. Sementara itu, perusahaan minyak besar dilaporkan telah meraup keuntungan lebih dari 1 triliun dolar AS sejak Januari 2021 dan telah mengetahui sejak tahun 1970-an bahwa ekstraksi dan pembakaran bahan bakar fosil berkontribusi pada perubahan iklim.
Namun, perusahaan energi diperkirakan akan mengajukan gugatan hukum terhadap undang-undang ini. Mereka berpendapat bahwa aturan tersebut bertentangan dengan undang-undang federal yang mengatur perusahaan energi dan pencemar lingkungan.
Kebijakan ini menandai langkah penting dalam upaya Amerika Serikat untuk meminta pertanggungjawaban perusahaan besar atas krisis iklim global dan memastikan pendanaan yang berkelanjutan untuk mitigasi dampak lingkungan di masa depan.