Jumat 27 Dec 2024 18:21 WIB

Outlook Zakat 2025: Zakat di Era Pemerintahan Baru

Oleh: Nur Efendi, Board of Trustees Rumah Zakat & CEO Rumah Zakat (2011-2022).

Nur Efendi, Board of Trustees Rumah Zakat.
Foto: Istimewa
Nur Efendi, Board of Trustees Rumah Zakat.

REPUBLIKA.CO.ID, Perekonomian global 2024 masih diselimuti dengan beragam tantangan yang memicu perlambatan ekonomi sejumlah negara. Beberapa lembaga internasional seperti World Bank dan IMF juga memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi global di penghujung tahun 2024 berada pada rentang 2,6 persen - 3,2 persen year on year (yoy).

Sementara di tahun 2025 diprediksi sebesar 2,7 persen - 3,3 persen (yoy) (ekon.go.id). Analis Kebijakan Madya Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Rahadian Zulfadin membagi tantangan global yang tengah terjadi saat ini ke dalam tiga hal besar; Pertama, konflik geopolitik. Kedua, perubahan kepemimpinan politik di banyak negara. Ketiga, proyeksi ekonomi global dan negara-negara besar di dunia yang masih lemah (kemenkeu.go.id).

Pada tahun 2024, banyak negara, baik yang maju maupun berkembang, melaksanakan pemilihan umum yang menghasilkan pemimpin baru. Pergantian kepemimpinan ini dipastikan akan membawa perubahan arah kebijakan di masing-masing negara. Di Indonesia, pemilihan umum yang berlangsung pada Februari 2024 menghasilkan Presiden terpilih Prabowo Subianto.

Kepemimpinan baru ini membawa harapan dan optimisme baru bagi Indonesia, dengan target pencapaian pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen serta pengurangan kemiskinan absolut hingga 0 persen.

Tahun 2025 menjadi babak baru dalam perjalanan bangsa Indonesia setelah melewati tantangan besar pandemi Covid-19 pada tahun 2020. Dengan konstelasi pemerintahan baru, Indonesia kini bersiap melangkah lebih optimis. Namun, menurut Esther dalam Sarasehan 100 Ekonom Indonesia yang diselenggarakan oleh INDEF, capaian pertumbuhan ekonomi rata-rata 4,2 persen pada periode sebelumnya, dengan angka stagnan di sekitar 5 persen, menjadi salah satu tantangan serius yang perlu segera diatasi.

Menurut CEO Alvara Research Center, Hasanuddin Ali, tantangan utama perekonomian Indonesia saat ini adalah memulihkan daya beli masyarakat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Pemerintah perlu berfokus pada penciptaan lapangan kerja di sektor-sektor padat karya dan mengoptimalkan program pelatihan keterampilan guna meningkatkan produktivitas tenaga kerja.

Stabilitas harga juga menjadi prioritas, mengingat inflasi dapat menekan daya beli, terutama untuk kebutuhan pokok. Meskipun inflasi cenderung menurun sepanjang 2024, daya beli kelompok menengah masih menunjukkan pelemahan.

Berdasarkan Survei Konsumen Bank Indonesia (BI) November 2023, konsumsi kelompok dengan pengeluaran di bawah Rp 5 juta sebagian besar mengalami penurunan, khususnya pada kelompok pengeluaran Rp 2,1 juta - Rp 3 juta dan Rp 4,1 juta - Rp 5 juta.

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) juga mengungkap penurunan jumlah kelas menengah secara konsisten selama lima tahun terakhir (Republika, 19/12/24). Kondisi ini secara tidak langsung berdampak pada aspek sosial ekonomi, termasuk kemampuan masyarakat untuk menunaikan kewajiban zakatnya.

Kabar baiknya, di tengah kondisi saat ini, laporan Charities Aid Foundation (CAF) tahun 2024 menunjukkan ada 4,3 miliar orang di seluruh dunia terlibat dalam tindakan kebaikan, mulai dari membantu orang asing, menyumbang uang dan menjadi relawan, temuan ini menyoroti tren global yang semakin meningkat dalam hal kemurahan hati, meskipun di tengah tantangan ekonomi dan kemanusiaan yang berkelanjutan.

Indonesia dinobatkan kembali selama 7 tahun berturut-turut, dimana 90 persen masyarakat mendonasikan uangnya untuk amal dan 65 persen menyumbangkan waktunya secara sukarela. Artinya apa? Masih ada harapan dari masyarakat dermawan di negeri ini.

Lembaga zakat dan filantropi di tahun 2024 dihadapkan pada sejumlah catatan penting yang perlu menjadi perhatian. Pertama, meningkatnya tuntutan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana. Kedua, revisi Undang-Undang Zakat dan Undang-Undang Pengumpulan Uang dan Barang (PUB) belum menjadi prioritas pembahasan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Ketiga, peningkatan fokus pada digital marketing dan fundraising untuk menjangkau lebih banyak donatur. Keempat, meningkatnya permintaan terhadap dampak program yang terukur dan berkelanjutan.

Hal ini mencerminkan besarnya harapan publik agar lembaga zakat dan filantropi bekerja secara profesional, transparan, efektif, dan efisien. Pemanfaatan teknologi digital dan pendekatan berbasis dampak menjadi kunci untuk memenuhi harapan tersebut, sekaligus meningkatkan kepercayaan masyarakat dalam pengelolaan dana zakat yang dititipkan.

Catatan penting lainya adalah perubahan iklim dan krisis kemanusiaan di Palestina tetap menjadi perhatian global, termasuk di Indonesia. PBB memperkirakan rekonstruksi Gaza membutuhkan dana hingga Rp 773,9 triliun dan baru selesai pada 2040.

Sementara, perubahan iklim membawa dampak serius bagi Indonesia, terutama pada pertanian, ketahanan pangan, dan kelompok rentan. Lembaga zakat dan filantropi memiliki peran penting dalam membantu krisis Palestina dan menghadapi perubahan iklim. Upaya ini tidak hanya memenuhi kebutuhan mendesak tetapi juga program yang memberikan dampak secara berkelanjutan.

Strategi Pengelolaan Zakat 2025

Dengan berbagai peluang dan tantangan yang ada, lembaga zakat perlu memperkuat kembali strategi zakat pada tahun 2025 di era pemerintahan baru. Pertama, lembaga zakat harus terus membangun kepercayaan dengan menjaga kepatuhan terhadap prinsip syariah, regulasi, serta memastikan keselarasan dan kolaborasinya dengan pemerintah yang baru.

Kedua, lembaga zakat perlu menunjukkan empati terhadap donatur yang terdampak oleh kondisi ekonomi saat ini, terutama dengan diberlakukannya kenaikan PPN 12 persen, yang tentu akan mempengaruhi kemampuan donatur dalam menunaikan zakatnya. Selain itu, penting untuk membangun hubungan jangka panjang dengan donatur yang sudah ada dan menjangkau donatur baru dari berbagai generasi melalui pendekatan yang relevan dan tepat.

Ketiga, lembaga zakat perlu mengadopsi dan memanfaatkan teknologi digital, termasuk pemasaran digital dan penggalangan dana online, untuk menjangkau lebih banyak donatur secara efektif dan efisien. Keempat, terkait isu perubahan iklim dan krisis Palestina, lembaga zakat harus memperkuat program mitigasi risiko dan penanganan bencana akibat perubahan iklim.

Selain itu, lembaga zakat perlu konsisten dalam mendukung distribusi bantuan kemanusiaan di Palestina, baik untuk kebutuhan jangka pendek maupun program jangka panjang. Upaya ini dapat dioptimalkan melalui kolaborasi dengan pemerintah baru untuk mempermudah dan memaksimalkan dukungan kemanusiaan bagi Palestina.

Kelima, penting untuk memperhatikan dan memperkuat dampak jangka panjang dari program zakat guna memastikan keberlanjutan program tersebut. Dampak yang terukur dan berkelanjutan ini, pada akhirnya, dapat membangun kepercayaan donatur terhadap lembaga zakat.

Tahun 2025 membawa optimisme baru dengan target pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen dan pengurangan kemiskinan absolut hingga 0 persen. Meskipun pencapaian ini menantang, namun upaya kolektif yang terarah menjadikannya sesuatu yang memungkinkan. Lembaga zakat dan filantropi, bersama pemerintah serta seluruh pemangku kepentingan, diharapkan terus memperkuat kolaborasi untuk mewujudkan pengelolaan zakat yang semakin profesional, transparan, dan akuntabel.

Dengan pengelolaan yang optimal, target pengumpulan zakat nasional sebesar Rp 50 triliun dapat tercapai, dan memberikan manfaat kepada 84 juta penerima manfaat dan berkontribusi pada pengentasan kemiskinan bagi 1,8 juta orang. Lebih dari itu, inisiatif ini tidak hanya menjadi solusi atas permasalahan sosial-ekonomi, tetapi juga menjadi sumber keberkahan bagi bangsa dan pilar kesejahteraan masyarakat Indonesia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement