REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tiap Muslim tentunya mendambakan dapat pergi ke Tanah Suci untuk menunaikan haji. Syariat mengatur, ibadah yang juga rukun Islam kelima itu adalah wajib bagi yang mampu. Kesanggupan yang dimaksud bukan hanya dalam soal finansial, tetapi juga kekuatan fisik, psikis, dan ketiadaan bahaya.
Menurut Ustaz Dr Oni Sahroni, bagi seorang suami, menghajikan istri atau menyediakan biaya berhaji bagi pasangannya tersebut itu bukanlah sebuah kewajiban. Akan tetapi, jika suami mampu menghajikan istri, itu menjadi pilihan terbaik yang idealnya ditunaikan.
Hal ini sebagaimana pandangan Lembaga Fatwa al-Azhar, Lembaga Fatwa Mesir, Syekh ‘Athiyah Saqr (Ketua Komisi Fatwa al-Azhar pada zamannya), Syekh ‘Uwaidhah Utsman (Sekretaris Fatwa Dar al-Ifta Mesir), dan Majdi Asyur (Penasihat Mufti Mesir).
Kesimpulan ini didasarkan pada tuntunan dan dalil berikut. Pertama, menghajikan istri bukan bagian dari kewajiban suami.
"Tidak ada nash ayat ataupun hadis yang menegaskan bahwa biaya haji istri itu adalah tanggung jawab suami sehingga tidak harus ditunaikan. Karena tidak ada nash sehingga tidak wajib, maka selanjutnya para ulama menegaskan bahwa menghajikan istri itu hukumnya sunah," ujar Ustaz Oni Sahroni, seperti dikutip dari Pusat Data Republika.
Yang menjadi tanggung jawab suami adalah nafkah keluarga (termasuk istri). Adapun biaya haji istri itu bukan bagian dari komponen nafkah yang dimaksud.
View this post on Instagram