REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Urwah bin Zubair merupakan seorang ulama dari generasi tabiin. Sejak masih belia, ia sudah menunjukkan tanda-tanda kecermelangan dalam menuntut ilmu-ilmu agama.
Saat masih remaja, ia bersahabat dengan banyak orang dari beragam latar. Di antara kawan-kawan dekatnya ialah Abdullah bin Zubair, Mush’ab bin Zubair, dan Abdul Malik bin Marwan.
Pada suatu ketika, mereka menunaikan haji bersama-sama. Seluruh proses ibadah haji mereka lakukan dengan baik dan hati yang lapang.
Usai tuntas mengerjakan seluruh rangkaian haji, keempatnya duduk melingkar di dekat Rukun Yamani. Sambil bersantai, mereka menyaksikan orang-orang beribadah di dalam Masjidil Haram.
Kemudian, Abdullah bin Zubair membuka obrolan. Ia mengungkapkan kepada ketiga kawannya ini tentang kenikmatan berzikir. Lantas, penuturannya ditimpali Mush'ab yang mengusulkan agar masing-masing mereka mengungkapkan, apa saja harapan yang dipanjatkan saat berdoa di dekat Ka’bah.
Abdullah mengawalinya dengan berkata, “Ketika aku bermunajat setelah tawaf tadi, aku berharap kiranya Allah menjadikanku penguasa atas seluruh Hijaz.”
“Kalau aku," ujar Mush'ab menimpali Abdullah, "keinginanku adalah menjadi penguasa wilayah Irak. Semoga tidak ada yang merongrong kekuasaanku kelak.”
Kemudian, Abdul Malik bin Marwan menyampaikan isi munajatnya. “Bila kalian berdua sudah merasa cukup dengan itu, aku tidak akan puas sebelum bisa menguasai seluruh dunia. Aku berdoa semoga diriku menjadi khalifah sesudah Mu’awiyah bin Abi Sufyan,” ujar Abdul Malik, yang merupakan seorang keturunan Bani Umayyah.
Sementara itu, Urwah tampak masih asyik menyaksikan orang-orang tawaf mengelilingi Ka'bah. Melihatnya, ketiga kawannya lalu memanggil namanya dan bertanya kepadanya.
“Wahai Urwah, bagaimana dengan keadaanmu? Apa cita-citamu kelak yang engkau sisipkan dalam doamu?” tanya Abdul Malik.