REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perbudakan sudah ada jauh sebelum kelahiran Nabi Muhammad SAW. Itu pun sudah menjadi bagian dari sistem sosial-kemasyarakatan bangsa Arab pada masa hayat Rasulullah SAW. Seorang hamba sahaya dianggap sebagai aset dan harta kekayaan sebagian orang.
Dalam Alquran dan beberapa hadis Rasulullah SAW, ada lima prinsip pokok dalam yang harus dilakukan seorang Muslim saat memperlakukan budak. Kelimanya bahkan menjadi jalan untuk melenyapkan sistem perbudakan dari muka bumi.
Pertama, berbuat baiklah pada hamba sahaya, sebagaimana kita berbuat baik pada kedua orang tua sendiri, karib kerabat, anak yatim, orang miskin, tetangga dekat, dan tetangga jauh.
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri” (QS an-Nisa: 36).
Ayat di atas mengisyaratkan bahwa antara budak dan orang tua sendiri pun terdapat kesamaan, yakni sama-sama manusia. Ini menunjukkan, Islam mengajarkan kesetaraan di antara insan.
View this post on Instagram