REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN— Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi mengatakan bahwa masih "terlalu dini" untuk membuat prediksi masa depan Suriah karena ada banyak perkembangan yang terjadi di negara Arab tersebut setelah jatuhnya pemerintahan Assad.
"Masih terlalu dini untuk membuat penilaian mengenai masa depan Suriah pada saat ini, banyak faktor yang akan membentuk masa depan negara ini, masa depan yang sangat tidak pasti," kata Araghchi.
Diplomat tinggi Iran itu mencatat bahwa sementara beberapa pihak mungkin mengklaim telah meraih kemenangan, situasi secara keseluruhan masih belum dapat diprediksi, PressTV melaporkan, Sabtu (25/12/2024).
Kelompok Hayat Tahrir al-Sham (HTS) mengambil alih Suriah dan mengakhiri kekuasaan Assad selama 24 tahun pada awal bulan ini.
Pernyataan Araghchi muncul sehari setelah Fatemeh Mohajerani, juru bicara pemerintah Iran, menekankan pentingnya sebuah pemerintahan Suriah yang didasarkan pada suara rakyat, dan menggambarkan hal ini sebagai sebuah keprihatinan utama bagi Iran.
Keprihatinan penting lainnya, katanya, adalah mencegah kebangkitan dan perluasan terorisme, karena hal ini secara signifikan berdampak pada Suriah dan seluruh kawasan.
Dalam konferensi pers pekanan di Teheran pada hari Senin, juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Esmaeil Baqaei, juga menekankan komitmen teguh Republik Islam untuk mempertahankan kedaulatan nasional dan integritas teritorial Suriah.
Dia menegaskan bahwa rakyat Suriah memiliki hak eksklusif untuk menentukan nasibnya sendiri tanpa campur tangan pihak asing.
View this post on Instagram
BACA JUGA: Terungkap Agenda Penghancuran Sistematis Gaza Hingga tak Dapat Dihuni dan Peran Inggris
Kelompok pemberontak, yang dipimpin oleh HTS, menguasai Damaskus pada tanggal 8 Desember dan mengumumkan berakhirnya pemerintahan Assad dalam sebuah serangan mendadak yang diluncurkan dari kubu mereka di barat laut Suriah, mencapai ibu kota dalam waktu kurang dari dua minggu.
Kelompok HTS, yang didukung oleh Amerika Serikat dan sekutu regionalnya, telah berjanji untuk membentuk pemerintahan yang inklusif, namun PBB mengatakan bahwa situasinya masih berubah-ubah.