REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dahulu, ketika Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah, mendapati masyarakat suka minuman keras (khamar) dan bermain judi (maysir). Orang-orang yang mabuk dan kalah berjudi selalu terlibat pertengkaran dan menimbulkan keresahan sosial.
Lalu, Nabi SAW pun ditanya mengenai kedudukan khamar dan judi dalam Islam. Allah SWT pun menurunkan wahyu.
”Mereka bertanya kepadamu (Nabi Muhammad) tentang khamar dan judi, maka katakanlah, ‘Pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. (Akan tetapi,) dosa keduanya lebih besar daripada manfaatnya’....” (QS al-Baqarah [2]: 219).
Minum khamar dan main judi adalah kebiasaan yang sudah mendarah daging di masyarakat Arab jahiliyah. Oleh karena itu, syariat Islam pun menetapkan hukumnya secara bertahap (aat-tadriij fii at-tasyri') agar tidak kontraproduktif dan memberatkan.
Setelah umat Islam diajak berpikir cerdas akan mudharatnya, maka turunlah ayat, “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah mendekati shalat, sedangkan kamu dalam keadaan mabuk sampai kamu sadar akan apa yang kamu ucapkan…." (QS an-Nisa' [4]: 43).
Ketika keimanan semakin kuat, barulah diharamkan secara mutlak, ”Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji (dan) termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung." (QS al-Maidah [5]: 90).
Prof Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar menjelaskan bahwa orang yang minum khamar sampai mabuk, tidak akan dapat mengendalikan diri dan akal budinya.
View this post on Instagram