Senin 30 Dec 2024 12:00 WIB

PHRI Jabar Tatap Tahun 2025 dengan tak Terlalu Menggembirakan

Okupansi hotel di bulan Januari dan Februari tahun 2025 pun diprediksi d bawah 30%

Rep: Muhammad Fauzi Ridwan/ Red: Arie Lukihardianti
Salah satu hotel di Kota Bandung (Ilustrasi)
Foto: Dok Republika
Salah satu hotel di Kota Bandung (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG--Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jawa Barat (Jabar) menatap tahun 2025 dengan kondisi yang tidak menggembirakan. Mereka memprediksi tingkat keterisian hotel atau okupansi di awal bulan Januari hingga Februari di 2025 akan mengalami anjlok.

Ketua PHRI Jabar Dodi Ahmad Sofiandi memprediksi 2025 menjadi tahun yang berat bagi pengusaha hotel. Sebab terdapat sejumlah permasalahan yang terjadi seperti daya beli masyarakat yang rendah, PPN yang naik menjadi 12 persen serta upah karyawan yang naik di tahun 2025.

Baca Juga

"Daya dukung beli masyarakat yang kurang, orang lebih mementingkan beli yang utama. Upah naik, PPN naik tambah berat hotel," ujar Dodi saat dikonfirmasi, Senin (30/12/2024).

Dodi mengatakan, okupansi hotel di bulan Januari dan Februari tahun 2025 pun diprediksi d bawah 30 persen. Ha itu disebabkan tamu yang berkurang, termasuk kegiatan rapat instansi di hotel yang tidak ada. "Tidak menggembirakan (bagi hotel)," katanya.

Ia menambahkan tingkat keterisian atau okupansi hotel di Kota Bandung dan Jabar selama libur natal kemarin anjlok di angka rata-rata 45 persen. Hal itu disebabkan masyarakat lebih memilih menggunakan penginapan seperti rumah warga, apartemen dan kosan yang tidak memiliki izin untuk hotel dan daya beli yang rendah.

"Natal rata-rata 40 persen (okupansi) di Bandung dan sekitarnya, Bogor, Cirebon, Pangandaran, dan Bandung Raya 40 sampai 45 persen, tidak baik," katanya.

Pemicu okupansi hotel anjlok, Dodi mengatakan karena libur natal dan tahun baru 2025 yang tidak  panjang berbeda pada tahun 2023. Selain itu, saat ini banyak masyarakat yang menyewakan rumah mereka ke wisatawan tanpa izin, termasuk seperti apartemen dan kosan yang berdampak terhadap okupansi hotel. "Di Bandung ada ledakan wisatawan tapi tidak berdampak ke hotel," katanya.

Selain itu, daya beli masyarakat saat ini yang relatif rendah. Dodi menyebut masyarakat lebih memilih mengeluarkan uang untuk yang prioritas dibandingkan menginap di hotel. "Daya dukung beli masyarakat rendah," katanya.

Terkait jumlah hotel yang banyak di Kota Bandung berpengaruh terhadap okupansi, Dodi menyebut saat ini tidak terdapat penambahan hotel. Apalagi pascaCovid-19 hotel bukan menjadi bisnis yang menggiurkan lagi. "Orang berekspansi ke hotel gak kaya dulu , sekarang juga bank gak berani ngasih dana," kata dia.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement