REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PDIP mengingatkan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI agar tidak mengintervensi hak imunitas anggota dewan dengan latah memanggil legislator yang menyampaikan aspirasi kritis. Politisi PDIP sekaligus Wakil Ketua Komisi II DPR RI Aria Bima mengatakan hal itu menyusul pelaporan terhadap Rieke Diah Pitaloka yang mengkritisi kebijakan kenaikan PPN 12 persen.
"Kalau cara menyampaikan hal-hal yang kritis ini kemudian MKD ikut-ikut mengintervensi hak imunitas anggota dewan, enggak bisa. Saya percaya MKD tidak latah kemudian setiap anggota DPR dipanggil," kata Aria Bima di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (20/12/2024).
Aria Bima menyebut bahwa MKD DPR RI sepatutnya menempatkan diri pada tugas, porsi, dan kewenangannya dalam menjaga kehormatan DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat. Untuk itu, dia mengingatkan agar MKD DPR RI tidak menjadi polisi dengan latah mengurusi hal-hal menyangkut fungsi dan tugas anggota dewan.
"Kalau itu dalam ucapan di dalam sikapnya mencederai institusi dewan silakan, tapi kalau itu dalam rangka tugas dia yang diberi amanah dan mandat rakyat, jangan kemudian MKD menjadi polisi," tuturnya.
Dia lantas berkata, "Saya tetap hormat kepada MKD, misalnya, perilaku yang disorientasi anggota dewan terhadap berbagai hal yang mencederai, baik institusi itu dipanggil monggo."
Dia lantas menjelaskan bahwa interupsi yang disampaikan Rieke Diah Pitaloka saat Rapat Paripurna DPR RI di kompleks parlemen, Jakarta, Kamis (5/12/2024), lebih berisi penundaan kebijakan kenaikan PPN menjadi 12 persen pada 2025.
"Kalau yang merasa bahwa itu sudah merupakan suatu keputusan DPR dalam bentuk undang-undang, yang disoroti Mba Rieke setahu saya adalah implementasi timing (waktu penerapan)-nya yang mungkin dinilai masih perlu dicermati kembali. Supaya rakyat ini tidak menjadi beban," katanya.
Dia menyebut meski berada di barisan oposisi pemerintahan, PDIP tidak serta merta apriori terhadap kebijakan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, melainkan ikut mengawalnya melalui masukan ataupun kritik yang konstruktif. Begitu pula, lanjut dia, terkait kebijakan kenaikan PPN pada tahun 2025 yang diamanatkan melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
"Saya kira masukan-masukan yang mungkin menolak atau perlu mempertimbangkan kembali bisa disalurkan lewat usulan-usulan misalnya terhadap perubahan APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) tahun 2025, dan saya kira pak Prabowo tidak serta merta kemudian ingin mencekik rakyat, mari kita kritisi bareng-bareng antara yang setuju dan tidak setuju pada saat implementasi PPN ini diterapkan," kata dia.
View this post on Instagram