REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Prospek saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BBRI ke depan diramal berada dalam tekanan, namun berpotensi bergerak positif pada 2025. Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Indonesia Nafan Aji Gusta Utama menyampaikan, tantangan BBRI ke depan adalah tentang bagaimana perkembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) bisa terus tumbuh optimal.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), BBRI ditransaksikan di level Rp 4.080 per saham pada penutupan perdagangan Senin (30/12/2024). Angka itu menurun 0,49 persen dibandingkan penutupan perdagangan pada Jumat (27/12/2024), di angka Rp 4.100 per saham.
"Yang jelas prospek BRI akan sangat ditentukan sejauh mana perkembangan UMKM di Tanah Air yang bisa berjalan dengan optimum sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi Indonesia," kata Nafan kepada Republika.co.id di Jakarta, Senin (30/12/2024) petang WIB.
Seiring proyeksi pertumbuhan ekonomi pada 2025 yang diprediksi bergerak di sekitar 5,1 persen, mengutip data IMF Economic Outlook, hal itu menjadi tantangan pergerakan saham BBRI. Termasuk kebijakan suku bunga. Menurut Nafan, kebijakan itu memengaruhi borrowing cost, yang sempat menjadi tantangan BRI dalam meningkatkan performa pertumbuhan kredit.
"Kalau misalnya tingkat pertumbuhan kredit hanya tercatat di bawah double digit, tentunya ini juga telah menjadi sentimen yang memang membuat pergerakan harga saham BBRI mengalami penurunan, sedangkan jika terjadi recovery dalam pertumbuhan kredit, ini otomatis akan ter-pricing dari adanya apresiasi pergerakan harga saham BRI,” kata Nafan.
Nafan menambahkan, tantangan lainnya yang dihadapi BRI adalah mengenai kredit bermasalah atau nonperforming loan (NPL). BRI mesti mempertahankan angka NPL yang kecil untuk dapat bergerak positif.
"Di sisi lain juga NPL, bagaimana BRI bisa memitigasikan NPL. Kalau misalnya NPL bisa ditekan seminimum mungkin, ya paling di kisaran tiga persen sebenarnya masih bagus ya," ujar Nafan.
Saat ini, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI) mencatatkan kinerja keuangan positif hingga akhir November 2024 dengan total laba bersih sebesar Rp 50,004 triliun. Capaian itu mengalami pertumbuhan 3,96 persen dibandingkan laba bersih BRI pada periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 49,09 triliun.
Dalam laporan keuangan BRI per November 2024, peningkatan laba bersih tak lepas dari peningkatan pendapatan bunga bersih (net interest income) sebesar Rp 100,88 triliun pada November 2024. Angka itu tumbuh 1,31 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Pendapatan bunga BRI sepanjang Januari hingga November 2024 tercatat sebesar Rp 147,96 triliun, sementara beban bunga mencapai Rp 47,08 triliun. Di sisi lain, pendapatan nonbunga dari komisi, dividen, dan penjualan aset keuangan berkontribusi signifikan, dengan total pendapatan nonbunga mencapai sekitar Rp 20,34 triliun.
Dari sisi aset, total aset BRI tercatat mencapai Rp 1.851,3 triliun, didorong oleh penyaluran kredit yang mencapai Rp 1.219,2 triliun. Sementara itu, total liabilitas perseroan mencapai Rp 1.536,8 triliun, dengan mayoritas berupa dana pihak ketiga, seperti simpanan giro, tabungan, dan deposito berjangka.
Dari sisi pendanaan, BRI telah meraih dana pihak ketiga (DPK) sebesar Rp 1.386,71 triliun per November 2024 atau tumbuh 6,95 persen yoy. Dalam laporan laba rugi, perseroan mengalami beban kerugian penurunan nilai aset keuangan sebesar Rp 35,52 triliun. Namun, beban tersebut berhasil diimbangi oleh efisiensi operasional dan peningkatan pendapatan nonbunga.
Selain itu, BRI mencatat total ekuitas sebesar Rp 314,4 triliun, yang terdiri atas modal saham, laba ditahan, dan cadangan umum. BRI memiliki komitmen signifikan dalam bentuk fasilitas kredit yang belum digunakan sebesar Rp 110 triliun, Surat kredit berdokumen (L/C) senilai Rp 14,42 triliun, dan posisi valas untuk transaksi derivatif sebesar Rp 115,76 triliun.