Rabu 01 Jan 2025 16:51 WIB

Pemerintah Hanya Naikkan Tarif PPN 12 Persen untuk Barang Mewah, Begini Respons Pengusaha

Pemerintah diminta untuk melibatkan pengusaha dalam penyusunan aturan PPN.

Presiden Prabowo Subianto (kiri) berjabat tangan dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani (kanan) usai menyampaikan keterangan pers terkait kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (31/12/2024). Pemerintah resmi menaikkan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen untuk barang dan jasa mewah yang diberlakukan mulai 1 Januari 2025.
Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Presiden Prabowo Subianto (kiri) berjabat tangan dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani (kanan) usai menyampaikan keterangan pers terkait kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (31/12/2024). Pemerintah resmi menaikkan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen untuk barang dan jasa mewah yang diberlakukan mulai 1 Januari 2025.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah memastikan hanya akan mengenakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen terhadap barang-barang dan jasa mewah. Analis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Ajib Hamdani meminta pemerintah menggandeng pengusaha untuk merancang peraturan terkait dengan kenaikan itu.

"Seharusnya pemerintah duduk bersama pengusaha untuk mendesain peraturan yang lebih aplicable, karena pengusaha adalah partner dan membantu negara dalam mengumpulkan PPN dari masyarakat," ujar Ajib dihubung di Jakarta, Rabu.

Baca Juga

Ajib menjelaskan, pada dasarnya tarif PPN yang berlaku tetap 12 persen. Namun pemerintah memberlakukan penghitungan barang atau dasar pengenaan pajak (DPP) menjadi 11 per 12, atau menggunakan rumus DPP dikali 11/12 dikali 12 persen.

Lebih lanjut, kata Ajib, kebijakan yang baru saja diumumkan oleh pemerintah ini, hanya menggeser permasalahan tersebut kepada pengusaha.

Menurut Ajib PPN adalah jenis pajak tidak langsung, dengan konsumen atau masyarakat yang melakukan pembayaran dan pengusaha yang bertugas mengadmistrasikan dan menyetor kepada negara.

Menurutnya, pemerintah seharusnya menggunakan narasi tarif PPN tetap 11 persen tanpa melalui perhitungan rumit. "Kalau pengusaha salah dalam mengadministrasikan, bisa kena denda atau bahkan faktur pajak tidak diakui," kata Ajib.

Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto secara resmi mengumumkan kenaikan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen, khusus terhadap barang dan jasa mewah yang mulai diberlakukan pada 1 Januari 2025.

Hal itu diumumkan Presiden Prabowo Subianto usai mengikuti rapat tutup tahun 2024, di Kantor Kementerian Keuangan Jakarta, Selasa.

"Hari ini pemerintah memutuskan kenaikan tarif PPN 11 persen jadi 12 persen hanya dikenakan terhadap barang dan jasa mewah. Saya ulangi supaya jelas, kenaikan PPN dari 11 persen jadi 12 persen hanya dikenakan terhadap barang dan jasa mewah," kata Presiden Prabowo dalam konferensi pers di Kementerian Keuangan Jakarta, Selasa (31/12).

Presiden menjelaskan bahwa kenaikan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen ini merupakan amanah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Menurut Presiden, penerapan kenaikan tarif PPN secara bertahap ini bertujuan untuk melindungi daya beli masyarakat dan mendorong pemerataan ekonomi.

Presiden pun menegaskan bahwa kenaikan tarif PPN ini dikenakan terhadap barang dan jasa mewah, yakni barang dan jasa tertentu yang selama ini terkena PPN atas barang mewah.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement