REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat laju inflasi tahunan mencapai sebesar 1,57 persen (yoy) pada Desember 2024. Angka ini sedikit lebih tinggi dibandingkan inflasi November 2024 yang tercatat 1,55 persen, tetapi masih lebih rendah dibandingkan inflasi tahunan Desember 2023 yang mencapai 2,61 persen.
“Pada Desember 2024 terjadi inflasi 0,44 persen secara bulanan, atau kenaikan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 106,33 pada November 2024 menjadi 106,80 pada Desember 2024,” ujar Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (2/1/2025).
Inflasi tahunan Desember 2024 terutama didorong oleh kelompok makanan, minuman dan tembakau yang mencatat inflasi sebesar 1,9 persen dan memberikan andil 0,55 persen terhadap inflasi umum. Dalam kelompok ini, komoditas utama yang menyumbang inflasi adalah sigaret kretek mesin dengan andil 0,13 persen, dan minyak goreng dengan andil 0,11 persen.
Kemudian, komoditas lain yang turut berkontribusi adalah beras, kopi bubuk, bawang merah, ikan segar, daging ayam ras dan bawang putih. Di luar kelompok tersebut, emas perhiasan dan nasi dengan lauk memberikan andil masing-masing sebesar 0,35 persen dan 0,06 persen terhadap inflasi. Sementara, kelompok pengeluaran transportasi tercatat mengalami deflasi sebesar 0,04 persen.
“Deflasi tersebut didorong oleh deflasi pada tarif angkutan udara di bulan Desember 2024,” jelas Pudji.
Lebih lanjut, berdasarkan komponen inflasi, Pudji merinci komponen inti mencatat inflasi tahunan sebesar 2,26 persen dengan andil 1,44 persen. Komoditas utama yang mendorong inflasi ini adalah emas perhiasan, minyak goreng, kopi bubuk, nasi dengan lauk dan biaya sewa rumah.
Kemudian komponen yang diatur pemerintah mengalami inflasi 0,56 persen dengan andil 0,11 persen. Kontributor utamanya adalah sigaret kretek mesin, sigaret kretek tangan, dan sigaret putih mesin.
Selain itu, komponen bergejolak turut mencatat inflasi 0,12 persen dengan andil 0,02 persen, dipengaruhi oleh harga beras, bawang merah, daging ayam ras, bawang putih dan telur ayam ras. Berdasarkan wilayah, dari 38 provinsi sebanyak 37 provinsi mengalami inflasi sementara 1 provinsi mengalami deflasi. Inflasi tertinggi tercatat dialami Provinsi Papua Pegunungan sebesar 5,36 persen, sementara Provinsi Gorontalo mengalami deflasi terdalam sebesar 0,79 persen.