REPUBLIKA.CO.ID, TEPI BARAT – Di tengah penderitaan warga Gaza yang setahun lebih dibombardir Israel, Otoritas Palestina (PA) justru menerapkan kebijakan tangan besi di Tepi Barat. Nyaris sebulan aparat keamanan memberangus kelompok perlawanan Palestina di Jenin dan yang terkini melarang operasi jaringan media Aljazirah.
Tindakan belakangan disebut para pengamat merupakan upaya untuk memulihkan otoritas terbatas mereka di Tepi Barat yang diduduki. Tujuannya meyakinkan presiden Amerika Serikat terpilih Donald Trump bahwa mereka dapat menjadi mitra keamanan yang berguna.
Namun, tindakan keras tersebut mendapat kecaman dari banyak warga Palestina, terutama setelah pembunuhan jurnalis berusia 21 tahun Shatha Sabbagh pada Sabtu malam, yang melaporkan dari Jenin. Keluarganya mengatakan dia dibunuh oleh tembakan aparat PA.
Yang jadi sasaran PA di Jenin adalah kelompok-kelompok militan lokal yang sedianya sudah beroperasi sejak 2021 lalu. Kelompok-kelompok itu hadir menyusul buntunya perjuangan kemerdekaan Palestina. Mereka terdiri dari berbagai faksi, bahkan termasuk dari Brigade Martir al-Aqsa yang terafiliasi dengan Fatah.
Sejak awal penggerebekan, PA dikritik karena dinilai melayani kepentingan Israel karena mendukung perjuangan Palestina untuk kebebasan dan penentuan nasib sendiri.
“Selama beberapa tahun terakhir, Otoritas Palestina telah kehilangan kendali atas Tepi Barat, dan saya membayangkan mereka berusaha merebut kembali kendali tersebut untuk membuktikan manfaatnya kepada pihak yang menanganinya – Israel dan Amerika Serikat,” kata Omar Rahman, pakar Israel-Palestina di Dewan Urusan Global Timur Tengah, sebuah wadah pemikir di Qatar, dikutip Aljazirah.
“Saya pikir hal ini mencoba untuk membuktikan bahwa hal ini dapat memainkan peran yang masih relevan, terutama pada saat ada suara-suara di pemerintahan Israel yang mencoba untuk memaksakan keruntuhan PA,” kata Rahman kepada Aljazirah.
Selama tiga tahun terakhir, serangan Israel – baik yang dilakukan oleh tentara maupun pemukim – telah menewaskan dan membuat banyak warga sipil mengungsi di Tepi Barat serta menghancurkan rumah dan mata pencaharian mereka.
Sejak serangan pimpinan Hamas di Israel selatan pada 7 Oktober 2023, pasukan dan pemukim Israel telah meningkatkan serangan mereka di Tepi Barat, menewaskan 729 warga Palestina, menurut Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB. Setidaknya 63 orang berasal dari Jenin.
Pasukan keamanan PA telah meniru beberapa taktik Israel sejak melancarkan operasi terhadap kamp tersebut pada awal Desember. Mereka mengepung kamp dengan kendaraan lapis baja, menembaki warga sipil tanpa pandang bulu, menahan dan menganiaya para pemuda, serta memutus pasokan air dan listrik.
Satu video yang beredar online dan diverifikasi oleh Aljazirah, menunjukkan petugas PA memasukkan seorang pemuda ke tempat sampah dan memukulinya. “[Amerika] telah melatih pasukan keamanan PA untuk bertindak sebagai tim SWAT dan pasukan khusus – bukan sebagai polisi sipil – untuk menindak kelompok bersenjata [Palestina],” kata Tahani Mustafa, pakar Israel-Palestina untuk International Crisis Group.
“Setiap kali Anda melihat keterlibatan Amerika dalam hal pelatihan, ini adalah saat Anda melihat taktik garis keras dan koersif diterapkan terhadap warga Palestina,” katanya kepada Aljazirah.
Sejarah Otoritas Palestina...