Kamis 02 Jan 2025 17:03 WIB

Belajar dari Runtuhnya Andalusia (Bagian II)

Inilah sejarah Granada, taifa Islam terakhir di Andalusia.

ILUSTRASI Madinat az-Zahra. Runtuhnya Daulah Islam Andalusia semestinya memberikan hikmah bagi generasi kini.
Foto: dok wiki
ILUSTRASI Madinat az-Zahra. Runtuhnya Daulah Islam Andalusia semestinya memberikan hikmah bagi generasi kini.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Riwayat Granada, sebagai negeri (taifa) Islam terakhir di Andalusia, bermula sejak tahun 1230 M. Abu Abdullah Muhammad bin Yusuf bin Nashr merupakan penguasa pertama Granada. Dialah yang mendirikan Bani Nashr, yang pada akhirnya secara turun temurun memimpin kerajaan Islam tersebut. Nama lain kabilah itu adalah Bani Ahmar, yang merujuk pada leluhur Muhammad, yakni Yusuf al-Ahmar.

Beberapa sejarawan mencatat, Muhammad merupakan seorang Arab kelahiran Arjona, sebuah kota kecil di sekitar Sungai Guadalquivir, Spanyol. Walaupun berasal dari keluarga yang bersahaja, nasabnya bukan sembarangan. Silsilahnya sampai pada seorang sahabat Nabi Muhammad SAW, Sa’d bin Ubadah, dari Bani Khazraj—salah satu kelompok etnis terkemuka di Madinah.

Baca Juga

Pada masa jayanya, Muhammad sukses menguasai bukan hanya Granada, tetapi juga Jaen, Almeira, Malaga, dan Valencia. Sebagai pemimpin Muslim, ia juga berjuang melawan serangan Kerajaan Kastilla serta memadamkan pemberontakan kaum mudajjan.

Salah satu legasinya adalah Istana al-Hamra atau Alhambra. Bangunan nan megah itu berdiri di atas Bukit Sabika, dekat Pegunungan Sierra Nevada. Hingga kini, Alhambra masih dapat dijumpai sebagai representasi pencapaian arsitektur Islam era Andalusia.

Pada 1273, Muhammad tutup usia. Anak keturunannya mengembangkan wilayah kekuasaan Bani Nashr. Alhasil, semakin banyak warga yang hijrah ke negeri tersebut. Ada yang berasal dari taifa-taifa tetangga. Mereka umumnya adalah para pengungsi yang negerinya telah dicaplok kerajaan Kristen. Tidak sedikit pula imigran yang datang dari Maghribiyah atau Tunis.

Selama dua abad, Granada di bawah kepemimpinan raja-raja Bani Nashr terus bertahan. As-Sirjani mengatakan, pada masa itu Granada merupakan kota dengan kepadatan penduduk yang tinggi. Di antara warga setempat, terdapat kaum cerdik cendekia. Mereka ikut menopang peradaban Islam, sedangkan penguasa Muslim setempat pun mendukung kemajuan. Berdirinya masjid-masjid, perpustakaan-perpustakaan umum, dan universitas di sana merupakan segelintir contoh komitmen demikian.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement