REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) meloloskan gugatan atas uji ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold). Dengan dikabulkannya gugatan tersebut, partai politik peserta pemilu bisa mengajukan calon presiden dan wakil presiden mereka sendiri.
Namun yang menjadi pertanyaan mengapa gugatan senada sebelumnya selalu ditolak MK, dan baru kali ini dikabulkan?
Direktur Eksekutif Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati mengakui bahwa uji materi senada sudah lebih dari 30 kali dan memang selalu ditolak. Namun penolakan hakim terhadap ambang batas tersebut tak bulat.
"Sebetulnya posisi hakim MK itu tak bulat ada yang setuju dan tidak, dan terakhir itu 4-5, lima setuju tetap ada ambang batas,"ujar Khoirunnisa kepada Republika, Kamis (2/1/2025).
Menurut Khoirunnisa, hakim yang menolak dan menyetujui ambang batas umumnya hampir seimbang. Hanya saja, dalam kasus sekarang, ada pergeseran posisi di kubu hakim-hakim MK.
"Tinggal Mahkaman mau menggeser atau tidak, bagaimana yang tolak ambang batas bisa meyakinkan teman-temannya yang lain, ternyata hakim-hakim yang tak setuju akhirnya bergeser," ujarnya.
MK, kata ia, juga melihat situasi politik saat ini dengan ambang batas ada kecenderungan bikin koalisi besar sehingga dalam pemilihan hanya ada dua pasangan calon.