Jumat 03 Jan 2025 12:59 WIB

MK Hapus Presidential Threshold, Partai Buruh Yakin Kadernya Maju Pilpres, Siapa?

MK mengabulkan permohonan menghapus ambang batas pencalonan presiden.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Mas Alamil Huda
Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo memimpin sidang putusan uji materi undang-undang di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (2/1/2025).
Foto: ANTARA FOTO/Fauzan
Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo memimpin sidang putusan uji materi undang-undang di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (2/1/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Partai Buruh yang juga Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal bersyukur atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapuskan ketentuan ambang batas pencalonan presiden. Putusan ini memungkinkan seluruh partai politik peserta Pemilu 2029, termasuk Partai Buruh mengusung capres-cawapres tanpa harus berkoalisi dengan partai politik lainnya.

“Dengan ini, pada Pemilu 2029, Partai Buruh bisa mengajukan calon presiden sendiri tanpa harus berkoalisi dengan partai politik lain,” kata Said Iqbal dalam keterangan pers pada Jumat (3/1/2025).

Baca Juga

MK melalui putusan Nomor 62/PUU-XXII/2024 telah membatalkan ketentuan Pasal 222 UU 7/2024 yang mengatur mengenai ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden (presidential threshold). Artinya seluruh Partai Politik Peserta Pemilu 2029 yang akan datang berhak mengajukan atau mengusung pasangan capres-cawapres.

"Partai Buruh, Serikat Buruh, serta buruh Indonesia mengharapkan pemerintah dan DPR RI harus tunduk kepada keputusan MK ini dalam menjalankan Pilpres 2029, yang juga menjadi pedoman untuk membuat PKPU di pemilu 2029," ujar Said.

Putusan MK bersifat final dan mengikat tanpa terkecuali, termasuk bagi pemerintah dan DPR. Sehingga Pemerintah dan DPR tidak bisa “menghidupkan” kembali pasal tersebut atau mengakalinya dengan melakukan revisi keluar dari putusan MK tersebut.

MK dalam pertimbangan hukumnya mengatakan Pasal 222 UU 7/2017 tak hanya dinilai bertentangan dengan hak politik dan kedaulatan rakyat, namun juga melanggar moralitas, rasionalitas, dan ketidakadilan serta nyata-nyata bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945.

"Alasan inilah yang menjadi dasar bagi Mahkamah untuk bergeser dari pendirian dalam putusan-putusan sebelumnya terkait uji materi ambang batas pencalonan presiden," ujar Said.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement