REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf mengaku yakin, penetapan biaya haji pada tahun ini akan lebih meringankan beban calon jamaah. Saat ini, pemerintah dan DPR-RI sedang membahas Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 2025 M/1446 H.
"Kami percaya bahwa pemerintah bersama-sama dengan DPR akan berusaha membuat penetapan yang paling meringankan," ujar KH Yahya Cholil Staquf dalam acara "Ngopi Bareng Gus Yahya" di Gedung PBNU, Jakarta Pusat, Jumat (3/1/2025).
Sosok yang akrab disapa Gus Yahya itu menjelaskan, ada berbagai faktor dalam penetapan biaya haji. Salah satunya yang pokok adalah faktor nilai tukar.
"Karena kegiatannya itu (ibadah haji) ada di Saudi sana, di Haramain dan pakai uang Saudi bayarnya. Jadi ya itu tergantung nilai tukar," ucap Gus Yahya.
Jika dilihat dari sisi Arab Saudi, lanjut dia, perubahan harga tidak terlalu signifikan atau tetap stabil. Menurut dia, yang tidak stabil itu nilai tukar rupiah terhadap riyal.
"Nah yang tidak stabil itu kan nilai tukarnya saja. Jadi kalau dirupiahkan itu jadi berubah karena perubahan nilai tukar," kata Gus Yahya.
Ia menambahkan, masyarakat perlu memahami faktor kurs mata uang ini. Sebab, faktor tersebut tak hanya berkaitan dengan manajemen penyelenggaraan haji yang efisien, tetapi juga kinerja ekonomi yang lebih luas.
Menurut Gus Yahya, stabilitas nilai tukar mencerminkan kondisi perekonomian secara keseluruhan. Hal itu akan berdampak pada biaya yang harus dikeluarkan tiap calon jamaah haji.
Karena itu, pemerintah dan DPR perlu bekerja sama untuk menetapkan biaya haji yang paling meringankan bagi jamaah dan sekaligus mencerminkan situasi ekonomi yang ada kini.
"Ini soal nilai tukarnya yang soal kinerja ekonomi secara umum yang akan ikut berlaku," jelas Gus Yahya.
Hasil telaah