Senin 06 Jan 2025 12:54 WIB

Kecewa Realisasi Tukin tak Jelas, Aliansi Dosen Gelar Aksi di Kemendiktisaintek

Kemendiktisaintek memastikan, tidak ada anggaran tunjangan bagi dosen tahun ini.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Sejumlah dosen menggelar aksi mengirimkan 50 karangan bunga ke kantor Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) RI, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (6/1/2025).
Foto: Antara/Sean Filo Muhamad
Sejumlah dosen menggelar aksi mengirimkan 50 karangan bunga ke kantor Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) RI, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (6/1/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah dosen melakukan aksi damai dengan mengirimkan sekitar 50 karangan bunga ke kantor Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) RI, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (6/1/2025). Para dosen itu tergabung ke dalam Aliansi Dosen ASN Kemendiktisaintek Seluruh Indonesia (Adaksi). 

Koordinator aksi Anggun Gunawan menyampaikan, kiriman bunga merupakan ungkapan kekecewaan atas ketidakjelasan realisasi tunjangan kinerja (tukin) dosen ASN yang telah diregulasikan sejak 2020. Dia mengaku, sejumlah upaya audiensi telah dilakukan sejak 2021, termasuk di antaranya audiensi terakhir dengan Komisi X DPR RI pada November 2024.

Baca Juga

"Yang mengerikan kami itu adalah di hari Jumat kemarin di tanggal 3 Januari, itu ada taklimat dari Kemdiktisaintek yang mengatakan bahwasannya untuk tahun 2025 ini tidak ada tukin dosen. Sementara, itu (tukin) sudah dijanjikan tahun lalu, ini masalahnya apa?" kata Anggun di lokasi.

Anggun menjelaskan,  tunjangan kinerja amat dibutuhkan oleh para dosen ASN. Pasalnya, ia menilai gaji yang ditetapkan untuk para dosen tidak sebanding dengan kebutuhan hidup mereka.

Anggun memaparkan tak jarang di antara mereka yang harus bekerja di lokasi lainnya alias merangkap. Dia mencontohkan diri sendiri yang berstatus sebagai dosen PPPK di Politeknik Negeri Media Kreatif (Polimedia) Jakarta, namun juga harus mengajar di universitas lainnya agar dapat hidup dengan layak.

Bahkan, menurut Anggun, beberapa di antara para dosen tersebut bekerja di sektor nonformal seperti menjadi mitra ojek daring. Dia menganggap hal itu sangat tidak layak.

"Kayak gimana ya, dengan ijazah S2, S3 kemudian jadi tukang ojek gitu kan ya, sementara pegawai lain di kementerian ini, seperti laboran di kampus, tenaga administrasi, itu sejak SK PNS-nya atau P3K-nya ke luar, itu langsung dapat tukin. Sementara, kami masuk dengan ijazah S2, itu nggak diberikan tukin oleh pemerintah," ujar Anggun.

Sebagai alumni S2 di Oxford Polytechnic, Inggris melalui beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), Anggun menyayangkan adanya perbedaan tukin. Pasalnya, pemasukkan bulanan dosen yang terdiri atas gaji pokok dan tunjangan yang diterimanya setiap bulan hanya berada di kisaran Rp 4juta.

"Bagaimana misalnya teman-teman yang sudah disekolahkan oleh LPDP di luar itu mau balik ke Indonesia menjadi dosen untuk mendidik anak-anak muda di Indonesia, kalau gajinya cuma segitu," ujarnya.

Oleh karena itu, Anggun  berharap, upayanya kali ini bisa direalisasikan oleh pemerintah dengan segera. Hal itu demi meningkatkan kesejahteraan dosen di Indonesia.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement