Selasa 07 Jan 2025 09:28 WIB

PR Pemerintah dan DPR Usai Putusan MK, Kerumitan Mendefinisikan 'Dominasi Koalisi Pilpres'

MK dalam putusannya menghapus ambang batas pencalonan presiden.

Ketua MK Suhartoyo (tengah) didampingi Wakil Ketua MK Saldi Isra (kiri) dan Hakim Konstitusi Arief Hidayat (kanan) berbincang saat sidang, di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (2/1/2025).
Foto: ANTARA FOTO/Fauzan
Ketua MK Suhartoyo (tengah) didampingi Wakil Ketua MK Saldi Isra (kiri) dan Hakim Konstitusi Arief Hidayat (kanan) berbincang saat sidang, di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (2/1/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati mengatakan, DPR dan pemerintah punya pekerjaan rumah (PR) untuk merumuskan aturan dominasi koalisi pada pemilihan presiden (pilpres) secara proporsional. Langkah itu mutlak diperlukan karena amanat putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Aturan dominasi yang rasional tersebut dinilai penting, mengingat Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor 62/PUU-XXII/2024 yang menghapus ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold) juga mengamanatkan bahwa partai politik dapat berkoalisi, sepanjang koalisi tersebut tidak menyebabkan dominasi.

Baca Juga

“Ini bisa kita katakan bahwa sebetulnya MK menyarankan perlu ada ambang batas maksimal koalisinya, supaya tidak menjadi koalisi yang dominan. Dalam merumuskan angka, misalnya dalam bentuk persentase, itu juga kita perlu dorong agar pembentuk undang-undang ini juga berdasarkan hitung-hitungan yang rasional,” kata Ninis, sapaan akrabnya, dalam webinar yang diikuti secara daring di Jakarta, Senin (6/1/2025).

Senada dengan itu, Ketua Departemen Politik dan Perubahan Sosial Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes mengatakan, pembentuk undang-undang perlu merumuskan aturan agar tidak terjadi koalisi dominan, sebagaimana amanat putusan MK.

“MK concern (perhatian) betul bahwa batasan koalisi itu harus diatur sehingga tidak terjadi adanya koalisi yang dominan karena menurut MK, kalau terjadi dominasi koalisi itu akan membatasi pilihan masyarakat dalam pemilu,” ucapnya pada kesempatan yang sama.

Menurut Arya, pengaturan agar tidak terjadi koalisi dominan terbilang rumit dan kompleks. Pasalnya, pembentuk undang-undang perlu merumuskan definisi dari dominasi suatu koalisi partai politik.

“Kerumitan yang pertama adalah apa yang disebut dengan dominasi itu? Berapa ukurannya? Apakah dominasi itu ukurannya lebih dari 50 persen? Ataukah dominasi itu ukurannya lebih dari 2/3 atau 1/3 atau apa? Bagaimana, apa yang dimaksud dengan dominasi itu?” ucapnya.

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
اَلَمْ تَرَ اِلَى الَّذِيْ حَاۤجَّ اِبْرٰهٖمَ فِيْ رَبِّهٖٓ اَنْ اٰتٰىهُ اللّٰهُ الْمُلْكَ ۘ اِذْ قَالَ اِبْرٰهٖمُ رَبِّيَ الَّذِيْ يُحْيٖ وَيُمِيْتُۙ قَالَ اَنَا۠ اُحْيٖ وَاُمِيْتُ ۗ قَالَ اِبْرٰهٖمُ فَاِنَّ اللّٰهَ يَأْتِيْ بِالشَّمْسِ مِنَ الْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهَا مِنَ الْمَغْرِبِ فَبُهِتَ الَّذِيْ كَفَرَ ۗوَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الظّٰلِمِيْنَۚ
Tidakkah kamu memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim mengenai Tuhannya, karena Allah telah memberinya kerajaan (kekuasaan). Ketika Ibrahim berkata, “Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan,” dia berkata, “Aku pun dapat menghidupkan dan mematikan.” Ibrahim berkata, “Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah ia dari barat.” Maka bingunglah orang yang kafir itu. Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang zalim.

(QS. Al-Baqarah ayat 258)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement