REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Akademisi Unida Gontor Dr Syamsuddin Arif dalam artikelnya, “Ibnu Rusyd dan Kemajuan Barat”, mengatakan, para intelektual Barat kerap menyanjung tokoh dari Andalusia ini.
Ibnu Rusyd dianggap sebagai jembatan pengetahuan yang menghubungkan antara Timur dan Barat—antara Islam dan Kristen. Sukar membayangkan para sarjana Kristen Barat bisa mencerna legasi Aristoteles tanpa kontribusi dan jasa besar Averroes--demikian masyarakat Eropa menyebut namanya.
Ernest Renan merupakan penulis yang pertama kali mengungkit ketokohan Ibnu Rusyd. Dalam karyanya, Averroèsetl’Averroïsme, cendekiawan Prancis itu bahkan memuji sang polymath Muslim sebagai “peletak batu pertama rasionalisme Eropa.” Lebih lanjut, kemunculan girah intelektual Eropa pada dekade-dekade sebelum Renaisans dikaitkan dengan pembacaan mereka terhadap karya-karya Averroes.
Sesudah jatuhnya Imperium Romawi Barat, Benua Biru mengalami masa kegelapan. Begitu para bangsawan Eropa memiliki akses pada dunia intelek kaum Muslimin, utamanya di Andalusia, keadaan mulai berubah. Mereka menyadari, umat Islam sangat maju pada masa itu. Dan, banyak sarjana Muslim yang dengan teliti menelaah karya-karya para pendahulu Barat, yakni kaum filsuf Yunani Kuno.
Melalui Ibnu Rusyd, orang-orang Eropa mulai mengenal filsafat Yunani. Averroes menulis tafsir atas karya-karya Aristoteles dan filsuf Yunani lainnya. Hasilnya kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Latin sehingga beredar luas di Benua Biru.
Masyarakat Barat, bahkan hingga saat ini, mengagumi besarnya pengaruh Ibnu Rusyd dalam sejarah intelektual mereka. Pemikiran dan karya-karya sosok yang namanya dilafalkan sebagai Averroes itu sampai ke dunia Barat melalui Ernest Renan. Sarjana Prancis keturunan Yahudi itu menulis biografi berjudul Averroes et j'averroisme.
View this post on Instagram