REPUBLIKA.CO.ID, Dalam Islam, pernikahan merupakan ibadah yang bernilai sakral dan memiliki tujuan mulia. Rasulullah SAW memberikan pedoman dalam memilih pasangan hidup melalui sebuah hadist yang terkenal: “Wanita dinikahi karena empat perkara: karena hartanya, kecantikannya, keturunannya, dan agamanya. Maka pilihlah karena agamanya, niscaya kamu beruntung.” (HR. Bukhari dan Muslim). Hadist ini juga berlaku bagi wanita dalam memilih calon suami. Rasulullah SAW menekankan bahwa faktor agama adalah hal utama yang harus menjadi dasar pemilihan pasangan hidup.
Hadist ini tidak hanya memberikan petunjuk tentang kriteria memilih pasangan, tetapi juga menjelaskan motif atau niat seseorang untuk menikah. Dalam praktiknya, ada orang yang menikah karena harta, wajah yang rupawan, status keturunan, atau dorongan agama. Setiap motif ini memiliki konsekuensi tersendiri dalam perjalanan rumah tangga. Namun, niat yang tidak didasarkan pada agama sering kali menimbulkan masalah serius dalam pernikahan.
Sebagai contoh, ketika seseorang menikah hanya karena harta, rumah tangga tersebut rentan terhadap keretakan saat dihadapkan pada masalah ekonomi. Jika pasangan menghadapi cobaan berupa kesulitan finansial atau kehilangan harta benda, tidak jarang hal ini menjadi pemicu perceraian. Baik gugat cerai maupun talak sering kali terjadi karena hilangnya faktor utama yang menjadi dasar pernikahan tersebut.
Sebaliknya, jika pernikahan didasarkan pada agama, maka ikatan tersebut akan lebih kokoh dan tahan terhadap berbagai ujian. Pasangan yang menikah karena tujuan agama akan saling mendukung dalam kebaikan, bersabar dalam menghadapi cobaan, dan menjadikan pernikahan sebagai ladang ibadah. Rumah tangga yang dibangun atas dasar agama juga memberikan harapan untuk keberkahan, kebahagiaan dunia, dan akhirat. Bahkan, pasangan yang saling mencintai karena Allah akan dipersatukan kembali di surga.
Oleh karena itu, penting bagi setiap muslim untuk menata niat dan tujuan pernikahan agar sesuai dengan ajaran Rasulullah SAW. Menikah karena agama bukan hanya memberikan kebahagiaan yang hakiki, tetapi juga menjamin ketenangan jiwa dan harapan akan keabadian cinta di akhirat.
Sebagai pengingat, membangun keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah membutuhkan upaya berkelanjutan. Suami dan istri hendaknya terus meningkatkan pemahaman agama melalui belajar bersama, mengikuti kajian, atau berdiskusi dengan para ulama.
Hal ini tidak hanya memperkuat hubungan rumah tangga, tetapi juga menanamkan nilai-nilai Islami kepada anak-anak. Keluarga yang dibangun atas dasar agama akan lebih mudah menghadapi tantangan hidup dan tetap berada di jalan yang diridhai Allah. Dengan demikian, pernikahan yang didasarkan pada agama tidak hanya memberi kebahagiaan di dunia, tetapi juga menjadi jalan menuju surga bersama.