Rabu 08 Jan 2025 12:18 WIB

Indonesia Gabung BRICS, Ekonom Ingatkan Hati-Hati Terseret Perang Dagang AS-China

Kebijakan proteksionisme Trump dinilai akan mengancam kestabilan perekonomian.

Rep: Eva Rianti/ Red: Ahmad Fikri Noor
Logo Aliansi BRICS.
Foto: EPA/SERGEI ILNITSKY
Logo Aliansi BRICS.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Indonesia secara resmi telah bergabung dengan forum internasional, BRICS pada 6 Januari 2025. Pengamat ekonomi yang juga Direktur China-Indonesia Desk di Center of Economic and Law Studies (Celios) Muhammad Zulfikar Rakhmat mewanti-wanti pemerintah untuk mewaspadai potensi Indonesia terimbas perang dagang Amerika Serikat-China.

Zulfikar memandang, di tengah ketidakpastian ekonomi global, perang dagang AS-China akan ‘mengacak-acak’ ekonomi di beberapa negara, dan kemudian berdampak pada Indonesia. Terlebih, ada ancaman Presiden AS Donald Trump pada negara anggota BRICS jika melakukan dedolarisasi.

Baca Juga

“Reaksi Trump perlu untuk diwaspadai, karena dia merupakan salah satu pemimpin yang membuktikan ucapannya. Jika, AS memberlakukan tarif 100 persen pada negara anggota BRICS, tentu Indonesia akan terkena imbas dari kebijakan tersebut,” kata Zulfikar dalam keterangannya, Rabu (8/1/2025).

Kebijakan proteksionisme Trump dinilai akan mengancam kestabilan perekonomian nasional. terutama barang-barang yang menjadi produk ekspor ke Negeri Paman Sam.

“Tidak bisa dipungkiri ini juga akan menjadi tantangan bagi ekonomi Indonesia dalam jangka waktu pendek atau menengah. Hal ini juga akan menyebabkan penurunan tajam pada volume ekspor, terutama untuk produk-produk yang sangat bergantung pada pasar AS,” ujar Zulfikar.

Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhistira mengatakan, kepesertaan Indonesia di BRICS bisa dinilai sebagai upaya memperkuat hubungan tidak hanya dengan China tapi dengan Brasil dan Afrika Selatan maupun negara timur tengah. Tapi ada catatan tersendiri tentang kekhawatiran atas ketergantungan yang semakin kuat pada China yang masih akan menghantui Indonesia.

“Pemerintah sebaiknya tidak melihat BRICS hanya agenda China saja, tapi ada potensi besar dengan negara Brasil terkait ekonomi restoratif, hingga Afrika Selatan soal pengembangan transisi energi bersih. Jika terlalu pro-China maka keanggotaan Indonesia di BRICS sebenarnya sia-sia mereplikasi hubungan ekonomi dengan China yang sudah terlalu dominan,” kata Bhima.

Di sisi lain, aliansi BRICS tidak begitu memberikan keuntungan untuk Indonesia karena ekonomi China diproyeksikan akan melambat terutama pasca kembali terpilihnya Donald Trump yang memicu proteksionisme dagang.

Celios menilai Indonesia semestinya lebih gencar mendiverifikasi mitra secara bilateral untuk bisa survive dari ketidakpastian ekonomi global di masa yang akan datang. Potensi kerja sama multilateral dinilai tentu akan menguntungkan, tapi jika itu di circle yang sama, ketika ekonomi negara anggota yang mendominasi seperti China melemah, maka akan rentan berdampak pada stabilitas ekonomi di dalam negeri.

Lebih lanjut, catatan penting dari Celios yakni bergabung dengan BRICS bisa dikatakan berisiko terutama jika terlalu fokus pada China. Untuk menghindari risiko ini, Indonesia perlu memainkan peran dalam mendorong kolaborasi di sektor-sektor strategis, seperti sektor investasi dan pembangunan infrastruktur yang menyasar kebutuhan negara-negara berkembang, dan mengarahkan investasi kepada proyek yang bisa memperkuat kemandirian ekonomi negara-negara anggota.

Selaras dengan itu, Indonesia perlu memainkan peran untuk mendorong kerja sama green invesmentnegara anggota dengan mengembangkan pasar modal yang ramah lingkungan.

Mengenai peluang Indonesia untuk berpartisipasi dalam solidaritas negara Global South dalam mengurangi hegemoni Barat –untuk menyeimbangi G7-, urgensi utama yang tidak bisa diabaikan adalah dominasi investasi sektor ekstraktif. Kesimpulannya, BRICS diharapkan juga menyoroti potensi kerja sama green investment untuk green growth dalam beberapa tahun mendatang.

Sebelumnya diketahui, Brasil sebagai pemegang presidensi BRICS pada 2025 pada Senin (6/1/2025), mengumumkan, Indonesia telah resmi menjadi anggota organisasi internasional tersebut. Dalam pernyataan persnya, Pemerintah Brasil menyambut dan memberi selamat kepada Indonesia sebagai anggota terbaru BRICS.

“Indonesia, yang memiliki populasi dan ekonomi terbesar di Asia Tenggara, memiliki kesamaan pandangan dengan anggota-anggota BRICS lainnya terkait dukungan atas reformasi institusi global dan kontribusi positif untuk menguatkan kerja sama antara negara-negara Selatan Global,” demikian pernyataan tersebut.

Brasil pun memandang Indonesia telah mendukung isu-isu yang menjadi prioritas selama presidensi Brasil di BRICS dari 1 Januari hingga 31 Desember 2025 tersebut. Bergabungnya Indonesia ke BRICS pertama kalinya disepakati oleh anggota-anggota BRICS dalam KTT di Johannesburg, Afrika Selatan pada Agustus 2023.

Namun, karena Indonesia melaksanakan pemilihan umum pada Februari 2024, Pemerintah RI secara resmi menyatakan niat bergabung ke dalam BRICS menunggu pemerintahan baru terpilih. Setelah Presiden Prabowo Subianto resmi dilantik, pemerintah RI mengutus Menteri Luar Negeri (Menlu) Sugiono untuk mengajukan diri bergabung dengan BRICS.

Anggota-anggota BRICS menguasai 40 persen populasi dunia dan 35 persen produk domestik bruto (PDB) global sehingga menjadikannya pemain yang penting di kancah internasional. Berdiri pada 2009 dengan anggota asli Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan, BRICS kini memiliki semakin banyak anggota usai 13 negara baru ditetapkan sebagai negara mitra pada Oktober 2024.

Selain Indonesia, dilaporkan Anadolu, BRICS juga menyambut tiga negara Asia Tenggara lainnya sebagai anggota baru. Yakni Malaysia, Vietnam, dan Thailand.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
اَلَمْ تَرَ اِلَى الَّذِيْ حَاۤجَّ اِبْرٰهٖمَ فِيْ رَبِّهٖٓ اَنْ اٰتٰىهُ اللّٰهُ الْمُلْكَ ۘ اِذْ قَالَ اِبْرٰهٖمُ رَبِّيَ الَّذِيْ يُحْيٖ وَيُمِيْتُۙ قَالَ اَنَا۠ اُحْيٖ وَاُمِيْتُ ۗ قَالَ اِبْرٰهٖمُ فَاِنَّ اللّٰهَ يَأْتِيْ بِالشَّمْسِ مِنَ الْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهَا مِنَ الْمَغْرِبِ فَبُهِتَ الَّذِيْ كَفَرَ ۗوَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الظّٰلِمِيْنَۚ
Tidakkah kamu memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim mengenai Tuhannya, karena Allah telah memberinya kerajaan (kekuasaan). Ketika Ibrahim berkata, “Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan,” dia berkata, “Aku pun dapat menghidupkan dan mematikan.” Ibrahim berkata, “Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah ia dari barat.” Maka bingunglah orang yang kafir itu. Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang zalim.

(QS. Al-Baqarah ayat 258)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement