REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada zaman Nabi Muhammad SAW, Yaman masuk ke dalam wilayah kekuasaan Imperium Persia. Namun pada akhirnya, negeri di Jazirah Arab sisi selatan itu menjadi bagian dari daulah Islam.
Ceritanya bermula sejak Rasulullah SAW dan pihak Quraisy Makkah menyepakati Perjanjian Hudaibiyah. Dalam masa kesepakatan itu berlaku, dakwah Islam dapat relatif lebih bebas menjangkau luar Madinah, bahkan termasuk negeri-negeri di luar Jazirah Arab.
Untuk para penguasa di negeri-negeri jiran itu, Rasulullah SAW mengirimkan surat. Masing-masing berisi seruan agar tiap raja yang menerima surat ini beriman dan berislam.
Salah satu pihak penerima surat Nabi SAW ialah raja Imperium Persia, yakni Kisra Abrawiz. Sang raja tidak hanya menolak berislam, tetapi juga menghina Rasulullah SAW. Ia amat murka karena surat dari beliau dibuka dengan basmalah, bukan puja-puji kepada dirinya.
Kisra juga merobek surat yang dikirim Rasulullah SAW. Begitu mengetahui informasi ini, Nabi SAW pun memanjatkan doa, "Ya Allah, pecah belahlah oleh Engkau kerajaannya Kisra."
Masih dalam keadaan murka, Kisra menyuruh menterinya untuk menulis surat instruksi kepada gubernur Yaman saat itu, Badzan bin Sasan. Isinya memerintahkan sang gubernur agar menangkap dan membawa Nabi Muhammad SAW kepadanya.
Selang beberapa waktu kemudian, Badzan menerima surat yang dimaksud. Perintah yang ada siap dilaksanakan. Diutuslah beberapa orang ke Madinah. Perjalanan yang cukup panjang ditempuh. Setelah bertanya-tanya kepada penduduk setempat, sampailah mereka ke hadapan Nabi SAW.
Alih-alih bersikap konfrontatif, Rasulullah SAW menawarkan kepadanya, "Maukah kalian mengenal apa itu Islam?" Mereka bersedia menyimak penjelasan yang ada, tetapi masih bersikeras bahwa Kisra adalah tuhan semesta alam.
Nabi SAW kemudian bersabda, "Bagaimana pendapatmu bila ternyata Tuhanku telah membunuh tuhanmu tadi malam?" Mereka tentu saja heran. "Dari mana Anda tahu?"
View this post on Instagram