Senin 13 Jan 2025 18:01 WIB

Potensi Ekspor Pelet Kayu Indonesia untuk Korea Selatan yang Lebih ''Hijau''

Ekspor wood pellet Indonesia meningkat signifikan, dari 50 ton menjadi 680 ribu ton.

Pekerja menunjukkan pelet kayu. Kebijakan green energy di Korsel meningkatkan potensi ekspor pelet kayu dari Indonesia. (ilustrasi)
Foto: ANTARA/Asprilla Dwi Adha
Pekerja menunjukkan pelet kayu. Kebijakan green energy di Korsel meningkatkan potensi ekspor pelet kayu dari Indonesia. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Indonesia memiliki potensi besar dalam industri pelet kayu, yang kini menjadi komoditas yang sangat diminati di pasar internasional, khususnya Korea Selatan. Pada tahun 2023, ekspor wood pellet Indonesia meningkat signifikan, dari hanya 50 ton pada 2018 menjadi 680 ribu ton.

Atase Perdagangan Seoul Eko Prilianto Sudradjat mengatakan tren ini dipicu oleh kebijakan Korea Selatan yang akan melarang penggunaan batu bara dalam pembangkit listrik pada tahun 2030. Kebijakan ini mendorong Korea untuk beralih ke bahan bakar alternatif yang lebih ramah lingkungan, salah satunya adalah wood pellet atau pelet kayu.

Baca Juga

"Jadi tahun 2030 nanti hanya akan boleh ada empat power plant (di Korsel) yang mengundangkan batu bara. Wood pellet digunakan sebagai pengganti batu bara untuk pembangkit listrik," kata Eko saat berbincang dengan Republika, di KBRI Seoul, akhir tahun lalu.

Pelet kayu menjadi pilihan pengganti batu bara karena dinilai memiliki dampak lingkungan yang lebih rendah. Indonesia, dengan luas hutan yang melimpah, memiliki potensi besar untuk memenuhi permintaan ini.

Namun saat ini, meskipun potensi besar, Indonesia masih berada di posisi ketiga dalam pasar wood pellet global. Vietnam masih memimpin di posisi pertama, dengan hampir menguasai 40 persen pangsa pasar, diikuti oleh negara-negara lain di Asia Tenggara.

Potensi bahan baku bioenergi 

Selain wood pellet, produk minyak kelapa sawit (palm oil) juga menjadi fokus penting dalam perdagangan Indonesia-Korea. Indonesia adalah salah satu produsen terbesar dunia untuk sawit. Produk sawit banyak digunakan di Korea Selatan untuk berbagai keperluan, mulai dari bahan baku industri makanan hingga biodiesel.

Bahkan minyak jelantah, yang merupakan limbah dari minyak goreng di Korsel dapat didaur ulang untuk biodiesel. Ini memberikan peluang besar bagi Indonesia untuk menambah volume ekspor produk-produk berbasis kelapa sawit, baik dalam bentuk mentah (CPO) maupun yang telah diproses lebih lanjut.

"Peningkatan penggunaan bioenergi di Korea seiring dengan kebijakan green energy yang berfokus pada pengurangan ketergantungan pada bahan bakar fosil," kata Eko.

Dengan semakin berkembangnya kebijakan green energy di Korea Selatan dan peningkatan permintaan terhadap produk-produk hilirisasi dan bioenergi, Indonesia memiliki peluang besar untuk memperkuat posisinya sebagai pemain utama di pasar internasional. Fokus pada hilirisasi, produk dengan nilai tambah, dan pemanfaatan potensi bioenergi, terutama melalui wood pellet dan palm oil, akan menjadi kunci untuk mengoptimalkan hubungan perdagangan Indonesia dengan Korea Selatan.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement