Rabu 15 Jan 2025 20:08 WIB

BI Perkirakan The Fed Pangkas Suku Bunga Hanya Satu Kali pada 2025 

Arah kebijakan pemerintah AS untuk defisit fiskal sudah mulai kelihatan.

Rep: Eva Rianti/ Red: Friska Yolandha
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo. Bank Indonesia (BI) mengubah kembali perkiraannya mengenai ekspektasi kebijakan suku bunga Bank Sentral AS/ Fed Fund Rate (FFR) pada 2025.
Foto: Bank Indonesia
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo. Bank Indonesia (BI) mengubah kembali perkiraannya mengenai ekspektasi kebijakan suku bunga Bank Sentral AS/ Fed Fund Rate (FFR) pada 2025.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) mengubah kembali perkiraannya mengenai ekspektasi kebijakan suku bunga Bank Sentral AS/ Fed Fund Rate (FFR) pada 2025. Berdasarkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Januari 2025, BI memperkirakan penurunan FFR pada tahun ini hanya terjadi satu kali. 

Perkiraan itu berbeda dibandingkan dengan perkiraan pada RDG Desember 2024 lalu. Pada Desember 2024, BI berekspektasi suku bunga bank sentral AS akan turun dua kali masing-masing 25 basis poin (bps) pada Maret dan Juni 2025. Prediksi itu pun merupakan revisi dari perkiraan penurunan FFR sebelumnya yang diperkirakan penurunannya berkisar antara 50—75 bps. 

Baca Juga

“Kemungkinan FFR tahun ini (2025) hanya sekali 25 bps, itu sudah kami hitung,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers RDG Januari 2025 di Kompleks BI, Jakarta, Rabu (15/1/2025). 

Perry mengungkapkan itu saat tengah menerangkan mengenai faktor global yang menjadi pertimbangan BI melakukan penurunan suku bunga sebesar 25 bps dari 6,00 persen menjadi 5,75 persen pada RDG Januari 2025. Ia menyebut bahwa ada dua dinamika yang dipelajari dari kondisi perekonomian global, terutama dari AS, yakni arah kebijakan pemerintah AS di bawah kepemimpinan Donald Trump dan kebijakan suku bunga bank Sentral AS. 

“Itu yang mendasarkan kepada kita bahwa ada ruang kita manfaatkan, karena kejelasan arah pemerintahan AS khususnya setelah terpilihnya Donald Trump, dan juga arah kebijakan FFR, dan kami ikuti bulan ke bulan yang dari bulan sebelumnya uncertain masih gede, nah bulan ini uncertainty masih ada tapi kami bisa menakar,” tutur Perry. 

Perry memperhatikan bahwa arah kebijakan pemerintah AS untuk defisit fiskal sudah mulai kelihatan menjadi 7,7 persen, dan dapat diterawang pula seberapa besar dampaknya terhadap kenaikan US Treasury, baik tenor 2 tahun maupun 10 tahun. 

“Juga arah kebijakan FFR yang semula minimal 50 bps, bahkan 75 bps, terus kemudian turun dengan maksimal 50 bps, sekarang kami sudah mulai paham kemungkinan FFR tahun hanya sekali 25 bps,” jelasnya. 

Perry mengatakan, takaran mengenai arah kebijakan pemerintah AS dan FFR tersebut, ia menyebut bahwa BI juga sudah bisa memperkirakan pula arah pergerakan indeks dolar. Namun, Perry menekankan, hasil pengamatan tersebut juga belum jelas karena pengambilan keputusan memang selalu menghadapi ketidakpastian. 

“Kejelasan arah kebijakan sudah mulai keliatan, meskipun memang belum jelas banget, masih tidak pasti,” ujarnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement