Kamis 16 Jan 2025 16:16 WIB

Saling Sikat Ungkap Rahasia Gelap Pejabat

Publik menanti respons proaktif aparat.

Rendra Widyatama
Foto: dokpri
Rendra Widyatama

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Rendra Widyatama, SIP., M.Si., Ph.D (Staf Pengajar senior pada Prodi Ilmu Komunikasi UAD, Alumni S3 Debrecen University Hungary, peneliti media komunikasi dan perilaku khalayak)

Kasus yang melibatkan Hasto Kristiyanto, Sekjen PDI-P, semakin menyita perhatian publik. Setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK tanggal 24 Desember 2024 dalam kasus dugaan suap terkait pergantian antarwaktu anggota DPR, Hasto melontarkan ancaman akan mengungkap kejahatan pejabat dan mantan pejabat.

Alih-alih membawa keadilan, klaim ini malah menimbulkan kontroversi dan mengundang pertanyaan besar tentang etika, tanggung jawab, dan dinamika komunikasi politik di Indonesia. Bukti apa yang dimiliki Hasto? Siapa saja yang terseret? Mengapa tidak segera diserahkan ke aparat hukum? Bukankah mengetahui kejahatan namun tidak segera melaporkannnya dapat dikenai sanksi pidana?

Belum juga ditemukan jawaban atas berbagai pertanyaan tersebut, publik dikejutkan dengan berita OCCRP yang menyebut Jokowi sebagai presiden paling korup kedua di dunia. Spekulasi liar bermunculan. Apakah video yang dimaksud Hasto adalah berkait Jokowi, presiden yang justru paling banyak membangun negeri? Apalagi secara dramatis, Connie Rahakundini Bakrie, rekan Hasto, menyebut bukti-bukti itu sampai dinotariskan dan disimpan di luar negeri?

Kewajiban Moral Melaporkan Kejahatan

Sebenarnya, publik sudah menduga, Hasto sedang menjadikan bukti hukum sebagai alat tawar-menawar politik. Namun sejauh ini, elite dan mantan elite justru tidak menunjukkan respons sebagaimana harap Hasto. Termasuk Jokowi, yang dalam dua tahun terakhir menjadi sasaran tembak Hasto.

Jokowi tidak bereaksi berlebihan termasuk terkait pemberitaan OCCRP. Apalagi belakangan terungkap tuduhan OCCRP itu bukan berdasar investigasi, melainkan dari hasil polling publik. Artinya, hanya berdasar persepsi dan spekulasi. Publik paham, dalam dua tahun terakhir, pembenci Jokowi makin meningkatkan serangan sebagai buntut naiknya Gibran sebagai wakil presiden maupun kekalahan PDIP dalam pilkada.

Lepas dari semua hal di atas, sesungguhnya perilaku Hasto mencerminkan dinamika saling intai antar-elite politik, di mana kepentingan pribadi atau kelompok lebih dipentingkan dibanding tanggung jawab mereka terhadap hukum dan masyarakat. Publik makin mengerti bahwa banyak elite negeri tidak berperilaku baik dalam menjalankan amanat rakyat. Publik juga jadi paham, mengapa kejahatan elite sering tidak cepat terungkap. Kalau pun terungkap, sering tidak diusut tuntas.

Di sisi lain, hukum di Indonesia menekankan bahwa siapa pun yang mengetahui kejahatan, memiliki kewajiban moral dan hukum untuk melaporkan pada aparat. Ketika bukti kejahatan tidak segera dilaporkan, keadilan menjadi terabaikan. Publik hanya disuguhi drama politik yang memancing emosi tanpa ada solusi.

Jika Hasto benar-benar memiliki bukti kejahatan elite dan mantan pejabat, langkah paling tepat adalah menyerahkannya kepada KPK atau penegak hukum lainnya. Hal ini tidak hanya menunjukkan komitmen nyata Hasto terhadap hukum, tetapi juga menjadi bukti bahwa keadilan dan integritas lebih penting dibanding kepentingan politik sesaat.

Dengan menggunakan bukti sebagai ancaman, menunjukkan bahwa justru Hasto sedang memperburuk citra politiknya sendiri dan partai PDIP. Apalagi Yasonna H. Laoly sebagai sesama kader PDIP yang sekaligus mantan Menkumham di era jokowi ikut dicekal KPK.

Tanggung Jawab Aparat Penegak Hukum

Kini, publik menanti respons proaktif aparat. Mereka harus segera meminta bukti hukum dan mengusut tuntas, tidak boleh menunggu sampai bukti diserahkan. Penegakan hukum yang proaktif akan menunjukkan bahwa keadilan tidak tunduk pada permainan politik siapa pun.

Aparat gabungan perlu segera dibentuk guna mengusut semua dokumen dengan tugas, agar kredibiltas penegak hukum meingkat dan tudingan kriminalisasi atas Hasto terpatahkan. KPK harus segera menahan Hasto dan mengusut semua skandal para elite sekaligus untuk menyelesaikan kasus Hasto itu sendiri.

Dampak Kepercayaan Publik

Episode Hasto memiliki dampak luas terhadap kepercayaan publik. Ketika elite terlibat saling sikat dan permainan politik, masyarakat akan makin skeptis terhadap integritas institusi negara. Ancaman Hasto tidak hanya merusak citra dirinya, tetapi juga memperburuk persepsi publik terhadap partai politik, lembaga penegak hukum, dan sistem demokrasi secara keseluruhan.

Aparat hukum harus mengambil langkah konkret untuk menyelidiki klaim Hasto dan mengusut tuntas semua pihak yang terlibat tanpa pandang bulu. Hanya dengan cara ini keadilan dapat ditegakkan dan kepercayaan publik terhadap sistem hukum dapat dipulihkan.

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement