Kamis 16 Jan 2025 20:13 WIB

Di Tanwir 'Aisyiyah, Menag Sampaikan Pesan Pemberdayaan dan Kesetaraan Gender

Menag buka peluang kerja sama dengan 'Aisyiyah untuk pemberdayaan perempuan.

Menteri Agama (Menag) RI Nasaruddin Umar dalam seminar di agenda Tanwir I Aisyiyah di Tavia Hotel Jakarta, Kamis (16/1/2025).
Foto: dok ist
Menteri Agama (Menag) RI Nasaruddin Umar dalam seminar di agenda Tanwir I Aisyiyah di Tavia Hotel Jakarta, Kamis (16/1/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Agama (Menag) RI Nasaruddin Umar menegaskan pentingnya pemberdayaan perempuan sebagai fondasi ketahanan keluarga dan bangsa. Hal itu disampaikannya dalam seminar di agenda Tanwir I 'Aisyiyah, hari ini.

Menurut Menag, kaum perempuan, termasuk para ibu, berperan utama dalam menciptakan generasi Indonesia yang berkualitas. Karena itu, lanjut dia, pemerintah memandang

Baca Juga

pemberdayaan perempuan sebagai sebuah prioritas utama.

"Tidak akan ada ketahanan keluarga tanpa pemberdayaan perempuan. Tidak ada ketahanan nasional tanpa kekuatan perempuan. Generasi yang baik hanya bisa lahir dari perempuan yang diberdayakan," ujar Menag Nasaruddin di lokasi Tanwir I 'Aisyiyah, Tavia Hotel Jakarta, Kamis (16/1/2025).

Menag pun menyoroti soal kesetaran gender di Indonesia. Menurut dia, ketimpangan relasi kuasa antara laki-laki dan perempuan menjadi akar dari berbagai masalah sosial, termasuk kekerasan seksual.

Dalam sosiologi, relasi kuasa merujuk pada dominasi kekuatan satu pihak terhadap pihak lain. Ketimpangan ini, ungkap Menag, disebabkan antara lain adanya legitimasi penafsiran agama dan budaya masyarakat yang patriarkis.

"Allah memberikan kekuatan kepada laki-laki dan perempuan secara seimbang, tetapi budaya patriarki mengalihkan kekuatan perempuan kepada laki-laki, sehingga terjadi ketimpangan yang memicu patologi sosial," ucap penulis buku Argumen Kesetaraan Gender Perspektif al-Quran ini.

Maka dari itu, ia mengingatkan pentingnya reinterpretasi terhadap pemahaman agama, khususnya fikih perempuan. Ini dilakukan untuk menghapus tafsir-tafsir yang bias gender.

Menag mengatakan, relasi kuasa yang timpang dapat menyebabkan problem perceraian di rumah tangga. Ini tampak pada masih tingginya angka perceraian di Indonesia.

Pada 2023 lalu, sebesar 40 persen perceraian terjadi dalam lima tahun pertama pernikahan, dengan 80 persen kasus cerai gugat terjadi di kota-kota besar.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Haedar Nashir (@haedarnashirofficial)

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement