Jumat 17 Jan 2025 05:35 WIB

Menteri Ekstremis Israel Berkhianat, Gencatan Senjata Terancam

Menlu Inggris mendesak kabinet Israel menyetujui kesepakatan gencatan senjata.

Warga Palestina merayakan pengumuman kesepakatan gencatan senjata antara Hamas dan Israel di Deir al-Balah, Jalur Gaza tengah, Rabu, 15 Januari 2025.
Foto: AP Photo/Abdel Kareem Hana
Warga Palestina merayakan pengumuman kesepakatan gencatan senjata antara Hamas dan Israel di Deir al-Balah, Jalur Gaza tengah, Rabu, 15 Januari 2025.

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Pemerintah Penjajah Israel pada Kamis (16/1/2025), masih menunda untuk secara resmi menyatakan kesepakatan gencatan senjata-pembebasan sandera yang diumumkan sehari sebelumnya oleh mediator telah dicapai dengan Hamas.

Penjajah bersikeras bahwa rincian gencatan senjata masih harus diselesaikan. Mereka malah menuding Hamas memberikan hambatan pada menit-menit terakhir dalam negosiasi.

Baca Juga

Pimpinan Mossad David Barnea, kepala tim negosiasi Israel yang dikirim ke Doha pada Sabtu malam, masih berada di ibu kota Qatar pada Kamis sore, menurut seorang pejabat yang mengetahui pembicaraan tersebut. 

Baik AS maupun Qatar — yang menjadi perantara kesepakatan tersebut — mengumumkan pada Rabu malam bahwa kesepakatan telah dicapai untuk mengakhiri perang selama 15 bulan di Gaza yang dipicu oleh serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, tetapi Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menunda berkomentar secara terbuka. Dia mengatakan, hanya akan melakukannya ketika persyaratannya telah diselesaikan.

Meski demikian, sebagian besar pejabat Israel mengindikasikan bahwa kesepakatan tersebut hampir merupakan kesepakatan yang sudah selesai. Apa yang belum selesai yakni  pertempuran politik internal yang terjadi menjelang pemungutan suara kabinet dan kabinet keamanan yang tertunda setidaknya beberapa jam.

Israel kembali mengkhianati perjanjian saat Kantor Perdana Menteri mengeluarkan pernyataan pada Kamis pagi yang menuduh Hamas menarik diri dari beberapa perjanjian dan menciptakan "krisis" dalam menyelesaikan kesepakatan tersebut.

"Hamas mengingkari kesepahaman dan menciptakan krisis di menit-menit terakhir yang menghalangi tercapainya kesepakatan," kata kantor Perdana Menteri dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan dalam bahasa Inggris dan Ibrani. "Kabinet Israel tidak akan bersidang sampai para mediator memberi tahu Israel bahwa Hamas telah menerima semua elemen perjanjian tersebut."

Laporan lain di media Israel menyatakan bahwa penundaan dalam pertemuan kabinet disebabkan oleh upaya untuk mendapatkan dukungan dari Menteri Keuangan sayap kanan Bezalel Smotrich, yang mengancam akan keluar dari pemerintahan bersama dengan Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben Gvir jika perang berakhir.

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement