Jumat 17 Jan 2025 11:15 WIB

Bank Dunia Perkirakan Ekonomi Global Tumbuh 2,7 Persen pada 2025-2026

Bank Dunia mencatat pertumbuhan melambat selama bertahun-tahun di negara berkembang.

ank Dunia mengatakan ekonomi global tumbuh stabil di tengah perang, kebijakan perdagangan proteksionis, dan suku bunga tinggi. (ilustrasi)
Foto: AP Photo/Andrew Harnik
ank Dunia mengatakan ekonomi global tumbuh stabil di tengah perang, kebijakan perdagangan proteksionis, dan suku bunga tinggi. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Bank Dunia mengatakan ekonomi global tumbuh stabil di tengah perang, kebijakan perdagangan proteksionis, dan suku bunga tinggi. Namun menurut Bank Dunia itu masih belum cukup untuk meringankan beban masyarakat termiskin di dunia.

Bank Dunia memperkirakan ekonomi dunia akan tumbuh 2,7 persen pada tahun 2025 dan 2026. Ini adalah kinerja yang sangat konsisten, sesuai dengan tahun 2023 dan 2024, tetapi juga kurang bersemangat. Pertumbuhan berjalan 0,4 poin persentase di bawah rata-rata tahun 2010-2019. Kemerosotan tersebut mencerminkan kerugian yang masih tersisa dari "guncangan buruk beberapa tahun terakhir,'' termasuk Covid-19 dan invasi Rusia ke Ukraina.

Baca Juga

Laporan Prospek Ekonomi Global terbaru Bank Dunia, yang terbit pada bulan Januari dan Juni, memang menawarkan beberapa kabar baik. Inflasi global, yang mencapai lebih dari delapan persen dua tahun lalu, diperkirakan akan melambat menjadi rata-rata 2,7 persen pada 2025 dan 2026, mendekati target banyak bank sentral.

Bank Dunia, yang terdiri dari 189 negara anggota, berupaya mengurangi kemiskinan dan meningkatkan standar hidup dengan memberikan hibah dan pinjaman berbunga rendah kepada negara-negara miskin. Untuk negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, yang disebut negara berkembang, pertumbuhan diperkirakan mencapai 4,1 persen tahun ini dan sedikit melambat menjadi 4 persen pada tahun 2026. Bank Dunia mengatakan bahwa laju pertumbuhan yang lambat “tidak cukup” untuk mengurangi kemiskinan global.

Bank Dunia mencatat pertumbuhan telah melambat selama bertahun-tahun di negara-negara berkembang, dari rata-rata yang kuat sebesar 5,9 persen per tahun pada tahun 2000-an, menjadi 5,1 persen pada tahun 2010-an, dan menjadi hanya 3,5 persen pada tahun 2020-an. Tidak termasuk China dan India, negara-negara tersebut tertinggal dari negara-negara kaya dunia dalam hal pertumbuhan ekonomi per kapita.

 
photo
World Bank memperkirakan perekonomian dunia akan tumbuh stabil, namun belum bisa mengentaskan kemiskinan lebih jauh. - (Stephen Morrisn/EPA)

Perekonomian mereka terhambat oleh investasi yang lesu, tingkat utang yang tinggi, meningkatnya biaya perubahan iklim, dan meningkatnya proteksionisme yang merugikan ekspor mereka. Semua hal tersebut tampaknya tidak akan hilang dalam waktu dekat.

"Dua puluh lima tahun ke depan akan menjadi masa sulit bagi negara-negara berkembang dibandingkan 25 tahun terakhir,'' kata kepala ekonom Bank Dunia Indermit Gill dalam laporan tersebut dilansir dari laman the Associated Press.

Negara-negara termiskin di dunia, dengan pendapatan tahunan per orang di bawah 1.145 dolar AS, diperkirakan hanya tumbuh 3,6 persen pada 2024 akibat meningkatnya konflik dan kekerasan' di tempat-tempat seperti Gaza dan Sudan. "Kami mengalami perang habis-habisan di Eropa, di Timur Tengah, dan di Afrika,'' kata Gill kepada wartawan menjelang rilis laporan tersebut. “Konflik adalah pembunuh perekonomian terburuk.’’

Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan negara-negara berpendapatan rendah akan bangkit kembali menjadi 5,7 persen tahun ini dan 5,9 persen pada tahun 2026, “bergantung’’ pada meredanya konflik di beberapa tempat.

Ekonomi AS tumbuh, Eropa Melambat

Bank Dunia menaikkan prospek untuk Amerika Serikat, ekonomi terbesar di dunia. Sekarang, mereka memperkirakan produk domestik bruto AS, hasil produksi barang dan jasa negara, akan tumbuh 2,3 persen tahun ini. Angka tersebut turun dari 2,8 persen pada tahun 2024 tetapi naik dari 1,8 persen yang diperkirakan bank untuk tahun ini pada bulan Juni.

Ekonomi Amerika telah berhasil berkembang pesat meskipun suku bunga tinggi. Pertumbuhan AS telah didorong oleh belanja konsumen yang kuat, masuknya imigran yang meredakan kekurangan tenaga kerja, dan peningkatan produktivitas.

Sebaliknya, Eropa berkembang dengan kecepatan yang sangat lambat. Bank Dunia menurunkan perkiraan pertumbuhan PDB untuk 20 negara yang menggunakan mata uang euro menjadi satu persen tahun ini dari 1,4 persen yang diproyeksikan pada bulan Juni. Bank tersebut mengutip belanja konsumen, investasi bisnis, dan aktivitas manufaktur yang "lemah", yang sebagian mencerminkan biaya harga energi yang tinggi.

Ekonomi China, yang terbesar kedua di dunia, diperkirakan akan melambat, dari pertumbuhan 4,9 persen tahun lalu menjadi 4,5 persen pada tahun 2025 dan empat persen pada tahun 2026. Pasar real estate China telah jatuh, membuat konsumen kehilangan semangat dan menyebabkan mereka mengendalikan pengeluaran mereka. Namun, ekspor dan investasi China di pabrik dan infrastruktur tetap kuat.

Sementara itu, India, yang telah menggantikan China sebagai ekonomi utama dengan pertumbuhan tercepat di dunia, diperkirakan akan mengalami ekspansi 6,7 persen tahun ini dan tahun depan. Di daerah pedesaan, pemulihan produksi pertanian telah meningkatkan belanja konsumen, meskipun inflasi dan pertumbuhan pinjaman yang lambat telah membuat pembeli di kota-kota enggan berbelanja.

Prakiraan Bank Dunia mengasumsikan tidak ada perubahan besar dalam kebijakan perdagangan atau anggaran. Namun di Amerika Serikat, Presiden terpilih Donald Trump menjanjikan hal-hal besar – memangkas pajak, mengenakan tarif tinggi pada barang-barang asing, mendeportasi jutaan imigran yang bekerja di negara itu secara ilegal. Semua kebijakan tersebut dapat meningkatkan inflasi AS dan mengganggu perdagangan global.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement