REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA — Bercanda dengan anak tak hanya menyenangkan, namun ternyata memiliki manfaat sangat besar bagi perkembangan sosial-emosional mereka. Melalui canda tawa, anak belajar memahami emosi, merespons interaksi sosial, dan mengembangkan rasa percaya diri.
Selain itu, bercanda juga membantu anak membangun ikatan yang kuat dengan orang tua atau pengasuh. Konselor anak Sekolah Cikal Surabaya, Nerinda Rizky Firdaus M Si, mengatakan dengan bercanda, orang tua sejatinya dapat menciptakan suasana keluarga yang aman dan nyaman, membangun ikatan keluarga yang lebih erat dan mengoptimalkan perkembangan emosional anak.
“Bercanda bisa memperkuat hubungan emosional antara orang tua dengan anak, menciptakan suasana yang santai dan hangat. Bercanda juga dapat membantu anak belajar berkomunikasi dengan lebih terbuka dan percaya diri dalam menyampaikan pendapatnya. Selain itu, candaan yang tepat membantu anak memahami dan merespons emosi dengan baik,” ujar Nerinda dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id pada Jumat (17/1/2025).
Ia mengatakan manfaat bercanda berdasarkan Attachment Theory by Bowlby, dapat meningkatkan hormon oksitosin(hormon yang dapat memperkuat kepercayaan anak dan orang tua). “Sesuai dengan Attachment Theory by Bowlby, humor memperkuat ikatan emosional orang tua dan anak melalui peningkatan hormon oksitosin, yang memperkuat attachment dan trust antara orang tua dan anak,” kata Nerinda.
Batasan bercana antara orang tua dan anak
Meskipun bercanda dalam keluarga itu baik, namun, tidak semua anak dapat menerima humor atau candaan orang tua dengan nyaman. Untuk itu, Nerinda mengatakan orang tua perlu menyesuaikan candaan dengan karakter, usia, bahkan sensitivitas anak.
Menurut dia, batasan bercanda harus disesuaikan dengan usia, karakter/kepribadian dan sensitivitas anak. “Orang tua perlu memahami sejauh mana anak nyaman dalam bercanda. Anak kecil mungkin tidak mengerti candaan yang terlalu sarkastik atau kompleks, jadi bercanda harus disesuaikan dengan usia dan kemampuan kognitif mereka” kata dia.
Sebagai konselor anak, Nerinda menjelaskan aktivitas bercanda itu dapat terjadi jika orang tua dan anak sama-sama terhibur. Artinya, jika anak merespons sebaliknya yaknitidak merasa terhibur dan anak menunjukkan rasa tidak nyaman, seperti menangis, maka orang tua perlu berhenti melanjutkan candaannya.
“Bercanda yang baik dan sehat harus bersifat positif, tidak melibatkan ejekan atau kekerasan, serta tidak membuat anak merasa malu atau tersinggung,” ujarnya.
Dia menyebut orang tua perlu memperhatikan respons anak terhadap setiap candaan yg diberikan. Bila anak menunjukkan tanda atau menyampaikan bahwa ia tidak nyaman atau tidak suka, orang tua perlu segera berhenti dan bila perlu meminta maaf. “Hal ini penting untuk mengajarkan anak konsep batasan dalam bercanda atau bercanda yg baik,” kata Nerinda.
Dampak bercanda berlebihan kepada anak
Perilaku menjahili atau bercanda secara berlebihan, terutama mengakibatkan tangisan anak, bukanlah contoh bercanda yang tepat. Bagi Nerinda, meski terlihat sepele bagi orang tua, hal ini dapat berpengaruh secara signifikan terhadapperkembangan emosional dan psikologis anak.
“Menjahili anak hingga menangis bukan bentuk candaan yang baik dan dapat berdampak negatif pada perkembangan emosional anak. Anak dapat merasa tidak aman, cemas, malu, takut dan bahkan kehilangan kepercayaan kepada orang tuanya atau trauma atas kejadian yang menjadi bahan bercanda,” jelasnya.
Ia bahkan menegaskan orang tua perlu berhati-hati dalam memilih candaannya ke anak agar tidak memengaruhi kondisi psikologis anak yang akan membuat anak tumbuh menjadi seseorang yang tidak percaya diri. Orang tua, kata dia, harus sangat berhati-hati agar candaannya tidak berubah menjadi sesuatu yang melukai perasaan karena hal ini dapat menjadi sesuatu yang membekas dan berdampak hingga ia dewasa nantinya.
“Candaan dengan cara itu dapat menurunkan rasa percaya diri anak dan mengajarkan bahwa perasaan orang lain tidak penting atau tidak mengajarkan empati pada anak,” ujarnya.